Peneguhan Sidi dan Perjamuan Kudus
I. Peneguhan Sidi
Sidi sering disamakan dengan kedudukan bahwa
seseorang mulai dari saat itu mendapatkan izin untuk boleh melakukan atau
menerima Perjamuan Kudus. Tetapi sidi merupakan suatu hal yang lebih luas.
Seorang peserta sidi adalah seorang anggota jemaat
yang dengan sadar mengaku bahwa ia percaya kepada Tuhan sebagai Jurus’lamatnya,
dan yang berjanji, bahwa ia mau mengikuti Tuhan.[1]
Jadi, seorang anggota sidi adalah seorang Kristen yang dewasa dan yang
bertanggung jawab. Seringkali kita mendapati ada orangtua yang ingin anaknya
disidi terlebih dahulu sebelum meninggalkan desanya untuk melanjutkan
pendidikan di tempat yang jauh. Keinginan ini kadang lahir dari pemikiran
magis.[2]
Orangtua yang seperti itu seolah-olah berpikir supaya tidak terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan kelak terhadap anaknya, supaya mereka lepas tangan dari
dia.
Seorang anak tidak boleh disidi berdasarkan keinginan orangtuanya. Memang
kita sebagai anak harus menghormati kehendak orangtua kita, tetapi orangtua
juga tidak boleh menuntut. Seakan sang anak harus lebih taat kepada mereka
daripada kepada Tuhan. Orangtua boleh mendorong anaknya supaya menjadi anggota
sidi jemaat, orangtua harus membangkitkan keinginan anaknya untuk menjadi
anggota sidi melalui pendidikan dan contoh yang baik, tetapi mereka tidak boleh
memaksa anaknya untuk mengikuti sidi. Di samping itu, Tuhan tidak memberi
perhatian khusus kepada anggota sidi, sehingga salah jika ada anggapan bahwa
seorang yang sudah disidi lebih diberkati dan diselamatkan daripada orang yang
belum sidi.[3] Sidi bukan suatu perbuatan
magis, yang dengan sendirinya langsung mengakibatkan bahwa oknum yang sudah
sidi akan selamat.
Sidi merupakan langkah yang penting dalam kehidupan
tiap-tiap manusia, karena dengan itu ia mau mengatakan dan mengaku, bahwa ia
sendiri mau bertanggung jawab tentang imannya dan kehidupannya sebagai seorang
Kristen. Bahwa ia boleh duduk pada meja Perjamuan Kudus merupakan tanda bahwa
ia sekarang, sebagai seorang dewasa, dapat mengaku dan menerima undangan Tuhan.
Jika kita telah mengerti arti sidi, maka kita kita
akan mengerti, bahwa tidak cukup jika majelis jemaat hanya “memeriksa
pengetahuan” calon-calon sidi. Tidak cukup jikalau percakapan itu merupakan
“ujian” saja. Memang majelis jemaat boleh menuntut bahwa calon-calon sidi
mempunyai sejumlah pengetahuan tentang isi Alkitab dan tentang pengakuan iman
dari gereja. Intinya adalah apakah seorang calon sidi menyadari apa arti isi
Alkitab dan pengakuan iman gereja untuk kehidupan pribadinya, untuk kelakuannya
sehari-hari terhadap Tuhan dan sesamanya. Kalau majelis jemaat mau “memeriksa”
sikap itu, maka jalan yang paling baik adalah melalui percakapan pastoral.[4]
Percakapan ini harus dilakukan antara calon sidi dengan satu atau dua anggota
jemaat. Lebih baik orangtua atau anggota keluarga tidak menghadiri percakapan
ini, karena mungkin saja dapat mengganggu kebebasan calon sidi. Percakapan ini
sebaiknya diadakan sekurang-kurangnya dua atau tiga minggu sebelum tanggal
peneguhan sidi.
Isi percakapan itu haruslah berkisar pada tujuan
untuk mengetahui :
1.
Pengetahuan
isi Alkitab dan pengakuan iman
2.
Apa
sebabnya calon tersebut ingin menjadi peserta sidi
3.
Bagaimana
sikapnya terhadap pemanggilnya untuk hidup sebagai seorang pengikut Kristus.[5]
II.
Perjamuan
Kudus
Sama halnya dengan
baptisan kudus, Perjamuan Kudus bukanlah hasil penemuan manusia, melainkan
ditetapkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Perintah tentang Perjamuan Kudus itu
terdapat dalam Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20; 1 Kor. 11:23-25.
Jika ayat-ayat itu kita teliti, akan terdapat perbedaan di dalamnya. Meskipun
begitu, semuanya menunjuk kepada satu hal yang penting dan menentukan, yaitu :
perintah supaya merayakan Perjamuan Kudus.
Dari segala perintah itu dapat
disimpulkan, bahwa Perjamuan Kudus bukanlah perjamuan biasa. Sebab perjamuan
ini adalah perjamuan yang diperintahkan. Di situ terdapat perintah supaya makan
dan minum. Apa tujuan penggembalaan yang berkisar sekitar Perjamuan Kudus? Yang
pertama adalah supaya anggota jemaat mengerti arti Perjamuan Kudus dan supaya
anggota jemaat ingin ikut serta dalam perayaan Perjamuan Kudus.[6] Bagi
kebanyakkan orang Kristen, ikut serta dalam perayaan Perjamuan Kudus merupakan
tanda dan meterai, bahwa mereka sudah diampuni dan bahwa mereka akan
diselamatkan.[7] Jadi disini kita tidak
boleh lupa, bahwa Perjamuan Kudus itu sakramen juga, sehingga bukan tanda saja,
akan tetapi materai.
Tuhan Yesus sendirilah yang mengatur Perjamuan Kudus itu
sebagai sakramen untuk menerangkan bahwa kesengsaraan dan kematian-Nya mendatangkan
anugerah kepada tiap orang beriman. Jadi Perjamuan Kudus itu menjadi tanda dan
materai bagi yang mengambil bagian dalam pelayanan sakramen ini.[8] Alkitab
dapat menjelaskan kepada kita, apa yang dimaksudkan dengan kata “tanda” dan
“materai” ini. Dengan mengadakan sebuah tanda, Allah memberi jaminan tentang
rahmat-Nya.[9] Contoh “tanda” adalah
misal pada Kain untuk menjamin kehidupan-Nya (Kej. 4:15).
Pelangi adalah tanda
Perjanjian Allah dengan Nuh (Kej. 9:13). Demikianlah juga yang dimaksudkan
dengan kata “meterai” seperti pada Wahyu 7:4. Memang sudut pandangan ini benar
juga dan penting sekali (Mat. 26:26-28). Tetapi di sini terdapat suatu
kesulitan. Ada orang Kristen yang memandang Perjamuan Kudus sedikit secara
magis. Mereka mengira, bahwa segala syarat harus dipenuhi sebaik mungkin supaya
perayaan Perjamuan Kudus mendapat akibat yang diinginkan, yaitu: pengampunan
dan keselamatan.[10] Barangsiapa yang
menghadap meja Perjamuan Kudus, ia harus yakin bahwa apa yang hingga kini telah
diterimanya belumlah kesempurnaan apa yang harus diterimanya.
Hidupnya yang
sekarang belum sampai kepada “yang seharusnya”. Ds. Riedel telah menyimpulkan
tentang Perjamuan Kudus yang diajarkan rasul Paulus kepada jemaat di Korintus
sebagai berikut (1) Perjamuan Kudus adalah memperingati kematian Kristus; (2)
Pada Perjamuan itu diberikan kepada kita, bahwa kematian Kristus merupakan
peristiwa yang mendatangkan penebusan dan perdamaian; (3) Perjamuan itu
bersaksi tentang Perjanjian baru, yang diadakan Allah dengan umat-Nya oleh dan
di dalam kematian Kristus; (4)
Perjamuan Kudus itu adalah perjamuan yang
menyatakan persekutuan dengan Yesus Kristus, Tuhan yang hidup; (5) Persekutuan
dengan Kristus itu mengadakan persekutan antara orang-orang beriman satu sama
lain, dan dengan demikian menciptakan Jemaat Kristen; (6) Pada perayaan
Perjamuan Kudus itu kita diajak memandang ke depan dan menggantungkan harapan
kita kepada Yesus Kristus yang akan datang untuk menyatakan Kerajaan-Nya dengan
terang-terangan.[11]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar