Tuhan adalah Oknum
pembentuk sebuah keluarga. Tentu Dia memberikan pemahaman kepada kita tentang
bagaimana seharusnya fungsi sebuah keluarga dan Dia sanggup mengingatkan kita
akan bahaya-bahaya yang dapat menghancurkan keutuhan keluarga. Memang, Tuhan
telah memberikan banyak prinsip dalam FirmanNya mengenai struktur keluarga dan
peranan yang harus dipikul oleh tiap anggota. Ketika perintah-perintah dalam
Alkitab ditaati, maka keluarga-keluarga akan menikmati semua berkat yang Allah
mau mereka dapatkan. Ketika perintah dilanggar, muncullah kekacauan dan
sakit-hati.
Peranan
Suami dan Istri ( The Role of Husband and Wife )
Allah telah merancang
keluarga Kristen agar mengikuti struktur tertentu. Karena kerangka ini
memberikan stabilitas bagi kehidupan keluarga, Setan bekeja keras untuk
mengacaukan rancangan maksud Allah.
Pertama, Allah telah
menetapkan bahwa suami menjadi kepala keluarga. Hal ini tidak memberikan hak
kepada suami untuk secara egois mendominasi istri dan anak-anaknya. Allah
memanggil suami untuk mengasihi, melindungi, mencukupi kebutuhan, dan memimpin
keluarganya sebagai kepala keluarga. Allah juga menghendaki agar istri menyerah
kepada pimpinan suaminya. Hal itu jelas dinyatakan dalam Alkitab :
Hai isteri, tunduklah
kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama
seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena
itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami
dalam segala sesuatu. (Efesus 5:22-24).
Suami bukanlah kepala rohani dari
istrinya —Yesus adalah Pribadi yang memenuhi peran itu. Yesus adalah kepala
rohani dari gerejanya, dan istri Kristen adalah anggota gereja,
sama halnya dengan suami Kristen. Tetapi, di dalam keluarga, suami Kristen
adalah kepala dari istri dan anak-anaknya, dan ia harus berserah kepada
otoritas yang diberikan oleh Allah.
Sampai sejauh mana istri
menyerah kepada suaminya ? Ia harus tunduk kepada suami dalam segala
sesuatu,seperti kata Paulus. Kecuali jika suaminya mengharapkannya untuk
tidak menaati Firman Tuhan atau melakukan sesuatu yang melanggar kata-hatinya.
Sudah tentu, tidak ada suami Kristen pernah berharap istrinya untuk melakukan
sesuatu yang melanggar Firman Tuhan atau kata-hati istrinya. Suami bukanlah
tuhan bagi istrinya —hanya Yesus yang memiliki tempat itu dalam kehidupan sang
istri. Jika harus memilih siapa yang akan ditaati, sang istri harus memilih
Yesus.
Suami harus ingat bahwa
Allah tidak secara langsung selalu “berpihak kepada suami.” Allah pernah
berkata kepada Abraham untuk melakukan apa kata istrinya Sarah kepadanya (lihat
Kejadian 21:10-12). Alkitab juga mencatat bahwa Abigail tidak menaati suaminya
yang bodoh, Nabal, dan menimbulkan bencana (lihat 1 Samuel 25:2-38).
Firman
Tuhan kepada Para Suami ( God’s Word to Husbands )
Kepada setiap suami, Allah
berkata :
Hai suami, kasihilah
isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan
diriNya baginya …..
Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti
tubuhnya sendiri : Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, 30 karena kita adalah
anggota tubuh-Nya. ….
Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku:
kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati
suaminya. (Efesus 5:25, 28-30, 33).
Suami diperintahkan untuk
mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi gereja. Itu bukanlah
tanggung-jawab kecil! Dengan senang hati, setiap istri tunduk kepada orang yang
mencintainya persis seperti yang Yesus lakukan —yang memberikan kehidupanNya
dalam kasihNya yang penuh pengorbanan. Seperti Kristus mengasihi gerejaNya,
demikian juga suami harus mengasihi istri yang olehnya ia menjadi “satu daging”
(Efesus5:31). Jika suami Kristen mengasihi istrinya sebagaimana seharusnya,
maka ia akan menyediakan kebutuhan, mempedulikan, menghormati, menolong,
memberi dorongan, dan meluangkan waktu untuk istrinya. Jika tak sanggup
bertanggung-jawab mengasihi istrinya, suami itu berada dalam bahaya karena akan
menghambat jawaban atas doa-doanya :
Demikian juga kamu, hai
suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai [kaum] yang lebih
lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia,
yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang. (1 Petrus 3:7, tambahkan
penekanan).
Tentu, belum pernah ada
pernikahan yang tak pernah mengalami konflik dan pertengkaran. Tetapi, melalui
komitmen dan perkembangan buah-buah roh dalam kehidupan, suami dan istri dapat
belajar hidup secara harmoni dan mengalami keberkatan yang terus-menerus dalam
pernikahan Kristen. Melalui permasalahan yang tak dapat dihindarkan yang muncul
dalam tiap pernikahan, setiap pasangan dapat belajar bertumbuh makin dewasa
menjadi serupa dengan Kristus.
Untuk menyelidiki lebih
lanjut tentang kewajiban suami dan istri, lihat Kejadian 2:15-25; Amsal
19:13;21:9, 19; 27:15-16; 31:10-31; 1 Korintus 11:3; 13:1-8; Kolose 3:18-19; 1
Timotius 3:4-5; Titus 2:3-5; 1 Petrus 3:17.
Seks
dalam Pernikahan ( Sex in Marriage )
Allah adalah oknum yang
menemukan seks, dan Ia menciptakan seks demi kesenangan juga untuk menghasilkan
keturunan. Tetapi, Alkitab tegas-tegas berkata bahwa hubungan seks harus
dinikmati hanya oleh mereka yang telah menyatukan diri mereka dalam ikatan
pernikahan seumur-hidup.
Hubungan seks tanpa ikatan
pernikahan digolongkan sebagai perzinahan atau perselingkuhan. Rasul Paulus
menyatakan bahwa mereka yang melakukan hal-hal itu tidak akan mewarisi Kerajaan
Allah (lihat 1 Korintus 6:9-11). Walaupun orang Kristen dapat dicobai dan
berzinah atau berselingkuh, ia akan merasakan hukuman dalam rohnya yang akan
membawanya pada pertobatan.
Paulus juga memberikan
beberapa petunjuk khusus tentang tanggung-jawab seks kepada suami dan istri :
Tetapi mengingat bahaya
percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap
perempuan mempunyai suaminya sendiri. Hendaklah suami memenuhi kewajibannya
terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak
berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak
berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kamu saling
menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu
mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup
bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan
bertarak. (1 Korintus 7:2-5).
Ayat-ayat di atas
memperjelas bahwa seks tidak boleh digunakan sebagai “hadiah” oleh suami atau
istri karena baik suami atau istri tak berkuasa atas tubuhnya sendiri.
Lagipula, seks adalah
karunia pemberian Allah, dan seks adalah hal yang suci atau bukan dosa selama
dalam batas-batas pernikahan. Paulus mendorong para pasangan nikah Kristen
untuk tetap terlibat dalam hubungan seks. Lagipula, kita bisa temukan saran
tersebut bagi para suami Kristen dalam kitab Amsal :
Diberkatilah kiranya
sendangmu, bersukacitalah dengan isteri masa mudamu: rusa yang manis, kijang
yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau
senantiasa berahi karena cintanya. (Amsal 5:18-19). [1]
Bila pasangan suami-istri
Kristen ingin menikmati hubungan seks yang saling memberi kepuasan, maka
keduanya harus memahami bahwa ada perbedaan besar karakter seksual antara pria
dan wanita. Bila diperbandingkan, kualitas seksual pria lebih bersifat fisik, sedangkan
kualitas seksual wanita terkait dengan emosinya. Secara seksual, pria mudah
terangsang oleh stimulasi visual (lihat Matius 5:28), sedangkan secara seksual
wanita cenderung terangsang melalui sentuhan (lihat 1 Korintus 7:1). Pria
tertarik kepada wanita yang menarik di matanya; sedangkan wanita cenderung
tertarik kepada pria yang mereka sanjung karena berbagai alasan, dibandingkan
hanya daya-tarik fisik. Jadi, istri yang bijak selalu memperhatikan hal terbaik
yang bisa dilakukannya untuk menyenangkan suaminya sepanjang waktu. Suami yang
bijak menunjukkan perhatiannya kepada istrinya setiap waktu dengan memberi
pelukan dan perhatian penuh, bukannya mengharapkan istrinya untuk tetap “siap
setiap saat” dalam sekejap di penghujung hari.
Tingkat dorongan seks pria
cenderung meningkat dengan bertambahnya air mani dalam tubuhnya, sedangkan
dorongan seks wanita meningkat atau menurun, tergantung pada siklus
menstruasinya. Pria punya kapasitas rangsangan seks dan pengalaman klimaks seks
dalam hitungan detik atau menit; wanita butuh waktu lebih lama. Walaupun pria
biasanya siap secara fisik untuk berhubungan seks dalam beberapa detik, tubuh
wanita bisa saja tak siap secara fisik selama setengah jam. Jadi, suami yang
bijak menggunakan waktu untuk melakukan permainan seks pendahuluan dengan
melakukan pelukan mesra, ciuman dan rangsangan dengan tangan ke bagian-bagian
tubuh istri yang akan membuat istri menjadi siap melakukan persetubuhan. Jika
tak tahu bagian-bagian tubuh istri, suami perlu bertanya kepada istrinya. Juga,
ia harus tahu bahwa walaupun ia mampu mencapai hanya sekali klimaks seks,
istrinya mampu mencapai lebih dari sekali klimaks. Suami harus paham agar istri
mendapatkan apa yang diinginkannya.
Sangatlah penting agar
suami dan istri Kristen saling mendiskusikan kebutuhan mereka dengan jujur dan
belajar sebanyak mungkin tentang bagaimana perbedaan masing-masing. Selama
berbulan-bulan dan tahunan komunikasi, penemuan dan praktek, hubungan seks
antara suami dan istri dapat menghasilkan keberkatan yang semakin meningkat.
Anak-anak
Keluarga Kristen ( Children of a Christian Family )
Anak-anak harus diajarkan
agar tunduk dan taat pada orang-tua Kristen mereka. Dan jika mereka tunduk dan
taat, ada janji umur panjang dan berkat-berkat lain bagi mereka :
Hai anak-anak, taatilah
orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. “Hormatilah ayahmu dan
ibumu”—(ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji
ini), “supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi”. (Efesus 6:1-3).
Sebagai kepala keluarga,
bapak-bapak Kristen bertanggung-jawab utama untuk mendidik anak-anak mereka :
Dan kamu, bapa-bapa,
janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka
di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. (Efesus 6:4).
Perlu dicatat bahwa ada dua
tanggung-jawab bapak: mendidik anak-anaknya dalam disiplin dan pengajaranTuhan.
Mulanya, perhatikanlah pendisiplinan bagi anak-anak.
Pendisiplinan
Anak ( Child Discipline )
Anak yang tak pernah
didisiplinkan akan tumbuh menjadi egois dan suka memberontak terhadap perintah.
Anak harus didisiplinkan kapanpun ia dengan keras kepala tidak
menaati aturan yang wajar yang telah ditetapkan sebelumnya oleh orang-tua. Anak
tak boleh dihukum karena kesalahan atau karena sikap tidak bertanggung-jawab.
Tetapi, anak harus menghadapi konsekwensi kesalahan dan sikap tidak
bertanggung-jawabnya, sehingga dapat membantunya untuk siap menghadapi realitas
kehidupan dewasa kelak.
Anak kecil harus
didisiplinkan dengan memukul pantatnya, sesuai perintah Firman Tuhan. Tentu
saja, bayi tak boleh dipukuli pantatnya. Itu tidak berarti bahwa bayi selalu
diberikan sesuai kemauannya. Nyatanya, sejak lahirnya, harus jelas bahwa bayi
adalah tanggung-jawab ibu dan ayahnya. Pada usia sangat muda, bayi dapat
diajari tentang arti kata “tidak” dengan mencegahnya agar tak melakukan apa
yang akan atau hampir saja dilakukan. Ketika bayi mulai mengerti arti kata
“tidak“, pukulan ringan di pantatnya akan membantunya mengerti dengan lebih
baik ketika ia tidak patuh. Jika hal ini dilakukan secara konsisten, anak-anak
akan belajar taat pada usia sangat muda.
Orang tua dapat juga
melaksanakan kuasanya tanpa melakukan tindakan yang tak diinginkan bagi
anaknya, seperti memberi apa yang anak nginkan setiap kali ia menangis.
Perlakuan itu akan mengajarkan anak untuk menangis agar setiap keinginannya
terkabul. Atau, jika orang tua mengabulkan permintaan anaknya tiap kali amarah
atau rengekannya meledak, orang tua itu sebenarnya hanya mendukung perilakunya
yang tak diinginkan. Orang tua yang bijak hanya menghargai perilaku yang
disukai dalam diri anaknya.
Pukulan di pantat tak boleh
membahayakan fisik anak tetapi tentunya memberi cukup rasa sakit agar anak yang
bandel dapat menangis sebentar. Sehingga, anak akan belajar mengaitkan ketidaktaatan
dengan rasa-sakit. Alkitab menegaskan :
Siapa tidak menggunakan
tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia
pada waktunya. …. Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat
didikan akan mengusir itu dari padanya…Jangan menolak didikan dari anakmu ia
tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan
rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati. ….. Tongkat
dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan
ibunya. (Amsal 13:24; 22:15; 23:13-14; 29:15).
Ketika menerapkan
aturannya, orang tua tak perlu mengancam anak untuk taat. Jika anak berkeras
tidak taat, ia harus dipukuli pantatnya. Jika orang tua hanya mengancam untuk
memukul pantat anak bandel itu, ia hanya membuat anak itu tetap tidak taat.
Akibatnya, anak itu belajar tak taat sampai ancaman orang-tua mencapai volume
tertentu.
Setelah pantatnya dipukul,
si anak harus dipeluk dan dijamin bahwa ia layak mendapat kasih sayang orang
tuanya.
Mendidik
Anak ( Train Up a Child )
Orang tua Kristen harus
sadar bahwa ia bertanggung-jawab mendidik anaknya, seperti dalam Amsal 22:6: “Didiklah orang
muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan
menyimpang dari pada jalan itu.” (tambahkan penekanan).
Didikan berwujud hukuman
atas ketidaktaatan dan ganjaran untuk perilaku yang baik. Anak perlu diberi
pujian yang konsisten dari orang tuanya untuk memperkuat perilakunya yang baik
dan sifat-sifat yang diinginkan. Anak perlu diberikan rasa aman agar ia merasa
dikasihi, diterima dan dihargai oleh orang-tuanya. Orang tua dapat menunjukkan
kasihnya melalui kata-kata pujian, pelukan dan ciuman, dan meluangkan waktu
bersama anaknya.
“Mendidik” berarti “membuat
anak taat.” Karena itu, orang tua Kristen tak boleh memberikan pilihan kepada
anaknya apakah ia mau atau tidak mau ke gereja atau berdoa setiap hari dan
seterusnya. Anak cukup bertanggung-jawab untuk tahu apa yang terbaik baginya
—itu sebabnya Allah memberikan orang-tua kepadanya. Bagi orang tua yang
menggunakan usaha dan tenaga untuk melihat agar anaknya mendapat pendidikan
yang baik, Allah berjanji bahwa anaknya tak akan menyimpang dari jalan yang
benar ketika mereka menjadi dewasa, seperi dalam Amsal 22:6.
Anak harus terus diberikan
tanggung-jawab ketika usianya bertambah. Tujuan efektif menjadi orang-tua
adalah menyiapkan anak secara bertahap untuk memikul tanggung-jawab penuh
menuju kedewasaan. Ketika anak bertambah usia, ia secara bertahap diberi lebih
banyak kebebasan untuk membuat keputusannya. Juga, remaja harus mengerti bahwa
ia akan menerima tanggung-jawab atas konsekwensi dari keputusannya dan orang
tuanya tidak akan selalu ada untuk “menjaminnya keluar” dari kesulitan.
Tanggung-jawab
Orang Tua untuk Mendidik ( Parents’ Responsibility to Instruct )
Seperti kita baca Efesus
6:4, ayah bertanggung-jawab mendisiplinkan anak dan harus mengajari anak
di dalam Tuhan. Gereja tak bertanggung-jawab mengajari hal moralitas yang
Alkitabiah kepada anak, karakter Kristen, atau teologi —itu tugas ayahnya.
Adalah keliru bila orang tua mengalihkan semua tanggung-jawabnya kepada guru
Sekolah Minggu untuk mengajari anak-anak tentang Allah. Perhatikan bahwa Allah
memerintahkan Israel melalui Musa :
Apa yang kuperintahkan
kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau
mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya
apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan,
apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. (Ulangan 6:6-7, tambahkan
penekanan).
Anak harus diperkenalkan
kepada Allah, sejak usia dini, oleh orang tua Kristen, dengan menceritakan kepada
anak tentang siapa Allah dan betapa Ia mengasihinya. Anak harus diajari kisah
tentang Yesus –kelahiran, kehidupan, kematian, dan kebangkitanNya. Banyak anak
dapat mengerti pesan Injil sebelum usia lima atau enam tahun dan dapat
memutuskan untuk melayani Tuhan. Segera setelah itu (sebelum usia enam atau
tujuh tahun, terkadang sebelum usia itu), anak dapat menerima baptisan Roh
Kudus dengan berbahasa lidah. Tentu, tak boleh diberikan aturan ketat karena
setiap anak berbeda. Masalahnya adalah orang-orang tua Kristen membuat
pendidikan rohani bagi anak-anak mereka menjadi prioritas duniawi tertinggi
menurut ukuran mereka.
Sepuluh
Aturan untuk Mengasihi Anak ( Ten Rules for Loving Your Children )
1.) Jangan buat anak
anda frustrasi ( lihat Efesus 6:4 ). Anak tak boleh diharuskan
berperilaku seperti orang dewasa. Jika anda berharap terlalu banyak dari anak,
ia tidak akan lagi membuat anda senang, karena ia tahu bahwa hal itu mustahil.
2.) Jangan bandingkan
anak anda dengan anak lain. Biarkan ia tahu seberapa besar anda menghargai
sifat-sifat unik mereka dan karunia-karunia dari Allah.
3.) Beri dia
tanggung-jawab di rumah sehingga ia akan tahu bahwa ia bagian penting
dalam keluarga. Penghargaan adalah bahan bangunan bagi harga diri yang sehat.
4.) Luangkan waktu bersama
anak. Sehingga anak tahu bahwa ia penting bagi anda.
Memberi materi kepada anak tak dapat menggantikan diri anda baginya. Juga,
seorang anak banyak dipengaruhi oleh orang yang meluangkan paling banyak waktu
bersamanya.
5.) Jika anda harus
mengatakan sesuatu yang negatif, katakalah secara posifif. Saya
tak pernah berkata kepada anak saya bahwa ia “jelek” ketika ia tak menaati
saya. Malahan, saya berkata kepadanya, “Kau anak yang baik, dan anak yang baik
tidak melakukan hal yang baru saja kau lakukan!” (Lalu saya pukul pantatnya).
6.) Sadarilah, kata
“tidak” berarti “Saya peduli padamu.” Ketika menemukan
caranya, secara intuitif anak tahu anda tak cukup peduli untuk melarangnya.
7.) Harapkan agar anak
anda meniru anda. Anak belajar dari teladan orang-tuanya. Orang-tua
yang bijak tak akan pernah berkata kepada anaknya, “Lakukan apa kataku, bukan
apa yang kulakukan.”
8.) Jangan beri
jaminan kepada anak anda atas masalahnya. Singkirkan batu
sandungan; biarkan batu loncatan ada di jalurnya.
9.) Layani Allah
dengan segenap hati anda. Saya perhatikan, anak, yang orang-tuanya
suam-suam kuku, jarang melayani Allah saat ia dewasa kelak. Anak Kristen dari
orang tua yang belum selamat dan anak dari orang-tua Kristen yang berkomit-men
penuh biasanya tetap melayaniNya ketika berada di luar “tempat asalnya.”
10.) Ajarkan Firman
Tuhan kepada anak. Orang tua sering memprioritaskan pendidikan anaknya
tetapi gagal memberikan pendidikan terpenting yang bisa diperoleh anak itu,
yakni pendidikan Alkitab.
Prioritas
Pelayanan, Pernikahan dan Keluarga ( The Priorities of Ministry, Marriage and
Family )
Mungkin kesalahan yang
paling sering muncul yang dilakukan oleh tiap pemimpin Kristen adalah meremehkan
pernikahan dan keluarganya karena pengabdian kepada pelayanannya. Pemimpin itu
membenarkan dirinya dengan berkata bahwa pengorbanannya adalah “untuk pekerjaan
Tuhan.”
Kesalahan itu diperbaiki
ketika pelayan pemuridan menyadari bahwa ketaatan dan pengabdiannya yang sejatikepada
Allah tercermin oleh hubungannya dengan pasangan hidupnya dan anak-anaknya.
Seorang pendeta tak dapat berkata bahwa ia mengabdi kepada Allah jika ia tidak
mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi gerejaNya, atau jika ia tak mau
meluangkan waktu untuk bercengkerama dengan anak-anaknya demi mendidik mereka
agar tunduk pada pengawasan dan peringatan dari Tuhan.
Lagipula, biasanya, tanda
pelayanan yang bersifat kedagingan yang dilakukan dengan kekuatan diri sendiri
adalah sikap tidak mempedulikan pasangan nikah dan anak-anak demi “pelayanan”.
Ada banyak pendeta gereja lembaga yang memikul beban kerja berat, karena mereka
membuat diri mereka lelah demi tetap menjalankan semua program gereja.
Yesus berjanji bahwa
bebanNya ringan dan kukNya enak (lihat Matius 11:30). Ia tidak memanggil
pelayan untuk menunjukkan pengabdiannya bagi dunia atau gereja dengan
mengorbankan cintanya kepada keluarganya. Ternyata, satu syarat untuk menjadi
penatua adalah ia “harus menjadi menjadi kepala keluarga yang baik” (1 Timotius
3:4). Hubungan dengan keluarganya adalah ujian bagi kelayakannya dalam
pelayanan.
Terkadang, orang yang
terpanggil untuk melakukan pelayanan berpindah-pindah dan harus berada jauh
harus menghabiskan waktu ekstra untuk fokus pada keluarganya ketika berada di
rumah. Setiap rekan sesama tubuh Kristus harus melakukan hal dalam kuasanya
sehingga tugas tersebut terlaksana. Pelayan pemuridan sadar bahwa anak-anaknya
adalah murid-murid utamanya. Jika ia gagal memuridkan anak-anaknya, ia tak
berhak untuk mencoba melakukan pemuridan di luar rumahnya.
© Shepherd Serve 2015 – The Teaching Ministry of David Servant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar