Selasa, 02 Desember 2014

Masjid Agama Islam pertama di Kota Kupang

Agama Islam sebenarnya sudah cukup tua di Kupang (jika dihitung pada saat sekarang, Tahun 2014). Karena peperangan pecah antara Belanda dan Portugis, Belanda mendatangkan pasukan dari berbagai daerah. Diantaranya penduduk daerah yang didatangkan ke Kupang adalah penduduk dari Solor. Mereka pada umumnya beragama Islam.

Diantara penduduk yang datang dari Solor terdapat seorang tokoh bernama Atu Laganama (1749-1802) yang aktif dalam menyebarkan agama Islam dengan mendirikan madrasah dan menjadi imam di Kampung Solor, Batu Besi (mungkin nama lain dari Fatubesi) Kedudukan sebagai imam pada tahun 1802 digantikian oleh Sangaji Susan. Di samping penduduk dari Solor, pada tahun 1772 datang seorang dari Benggala ke Kupang, bernama Abdulrachman. Ia bersama Atu Laganama membangun masjid pertama di Batu Besi. Pada waktu itu di Kupang telah ada + 300 orang Islam (Goro, 1977:78).

Masjid pertama itu kemudian dipindahkan ke dekat toko Cong Ah. Pada Tahun 1912 didirikan pula masjid Kampung Solor (tampak pada foto di atas), terletak dekat Hotel Abdulrachman. Yang menjadi imam pertama Burhan bin Banit. Pada Tahun 1953 masjid tersebut direnovasi atas prakarsa Bai Kadi, A. Arba dan Mahyun Amaradja. Dari Kampung Solor, umat Islam mulai tersebar ke Bonipoi dan Airmata. Pemimpin Desa Airmata pada mulanya adalah Imam Sanga. Setelah meninggal ia diganti oleh puteranya yang bernama Sya'ban bin Sanga, Sya'ban bin Sanga memulai merintis pembangunan masjid Airmata Kupang pada Tahun 1812.

Umat Islam di Airmata semakin berkembang dengan kedatangan tokoh dari luar Airmata. Pada Tahun 1825-1830 telah datang Pangeran Surya Mataram. Demikian pula Syeh Syarif Abu Bakar bin Abdulrachman Algadri dari Pontianak. Ia disingkirkan oleh Belanda ke Sumba kemudian ke Kupang akibat perdagangan budak. Pada Tahun 1886 ia menetap di Desa Airmata sampai wafatnya 1897. Syeh Syarif Abubakar bin Abdulrachman Algadri merupakan leluhur keturunan Arab di Desa Airmata.

Pada Tahun 1860 pernah datang pula dua orang dari Pulau Bangka bernama Dipati Amir Bahrein dan Dipati Hamzah Bahrein. Mereka disingkirkan Belanda ke Kupang karena terlibat dalam perlawanan di Gunung Maras. Di Kupang mereka aktif menyebarkan agama Islam dan berhasil mendirikan sebuah masjid di Desa Bonipoi, Kupang. (Leiriza, 1983: 39-40).

Di samping tokoh-tokoh tersebut pernah pula datang ke Kupang dari Banten K.H. Muhammad Arsad bin Alwan, K.H. Agus Salam dan H. Mansyur yang diasingkan pemerintah Belanda ke Kupang karena terlibat pemberontakan di Cilegon Tahun 1886-1892. Pada Tahun 1917 mereka dibebaskan dan kembali ke Banten setelah menetap 25 Tahun di Kupang dan aktif pada bidang keagamaan. (Leiriza, 1983:40-41).

Sumber Bacaan:
Goro, Abdul Kadir., Sejarah Perkembangan Agama Islam di Kabupaten Kupang. Skripsi. Kupang: Jurusan Sejarah, FKG Undana, 1977.

Leiriza, R.Z, (Ed.)., Sejarah Sosial Kota Kupang Daerah Nusa Tenggara Timur 1945-1980. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Investasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983/1984.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar