Sabtu, 15 April 2017

Peneguhan Sidi dan Perjamuan Kudus 

 I.                   Peneguhan Sidi

Sidi sering disamakan dengan kedudukan bahwa seseorang mulai dari saat itu mendapatkan izin untuk boleh melakukan atau menerima Perjamuan Kudus. Tetapi sidi merupakan suatu hal yang lebih luas.
 
Seorang peserta sidi adalah seorang anggota jemaat yang dengan sadar mengaku bahwa ia percaya kepada Tuhan sebagai Jurus’lamatnya, dan yang berjanji, bahwa ia mau mengikuti Tuhan.[1] Jadi, seorang anggota sidi adalah seorang Kristen yang dewasa dan yang bertanggung jawab. Seringkali kita mendapati ada orangtua yang ingin anaknya disidi terlebih dahulu sebelum meninggalkan desanya untuk melanjutkan pendidikan di tempat yang jauh. Keinginan ini kadang lahir dari pemikiran magis.[2] Orangtua yang seperti itu seolah-olah berpikir supaya tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kelak terhadap anaknya, supaya mereka lepas tangan dari dia. 
 
Seorang anak tidak boleh disidi berdasarkan keinginan orangtuanya. Memang kita sebagai anak harus menghormati kehendak orangtua kita, tetapi orangtua juga tidak boleh menuntut. Seakan sang anak harus lebih taat kepada mereka daripada kepada Tuhan. Orangtua boleh mendorong anaknya supaya menjadi anggota sidi jemaat, orangtua harus membangkitkan keinginan anaknya untuk menjadi anggota sidi melalui pendidikan dan contoh yang baik, tetapi mereka tidak boleh memaksa anaknya untuk mengikuti sidi. Di samping itu, Tuhan tidak memberi perhatian khusus kepada anggota sidi, sehingga salah jika ada anggapan bahwa seorang yang sudah disidi lebih diberkati dan diselamatkan daripada orang yang belum sidi.[3] Sidi bukan suatu perbuatan magis, yang dengan sendirinya langsung mengakibatkan bahwa oknum yang sudah sidi akan selamat.
 
Sidi merupakan langkah yang penting dalam kehidupan tiap-tiap manusia, karena dengan itu ia mau mengatakan dan mengaku, bahwa ia sendiri mau bertanggung jawab tentang imannya dan kehidupannya sebagai seorang Kristen. Bahwa ia boleh duduk pada meja Perjamuan Kudus merupakan tanda bahwa ia sekarang, sebagai seorang dewasa, dapat mengaku dan menerima undangan Tuhan.
 
Jika kita telah mengerti arti sidi, maka kita kita akan mengerti, bahwa tidak cukup jika majelis jemaat hanya “memeriksa pengetahuan” calon-calon sidi. Tidak cukup jikalau percakapan itu merupakan “ujian” saja. Memang majelis jemaat boleh menuntut bahwa calon-calon sidi mempunyai sejumlah pengetahuan tentang isi Alkitab dan tentang pengakuan iman dari gereja. Intinya adalah apakah seorang calon sidi menyadari apa arti isi Alkitab dan pengakuan iman gereja untuk kehidupan pribadinya, untuk kelakuannya sehari-hari terhadap Tuhan dan sesamanya. Kalau majelis jemaat mau “memeriksa” sikap itu, maka jalan yang paling baik adalah melalui percakapan pastoral.[4] Percakapan ini harus dilakukan antara calon sidi dengan satu atau dua anggota jemaat. Lebih baik orangtua atau anggota keluarga tidak menghadiri percakapan ini, karena mungkin saja dapat mengganggu kebebasan calon sidi. Percakapan ini sebaiknya diadakan sekurang-kurangnya dua atau tiga minggu sebelum tanggal peneguhan sidi. 
 
Isi percakapan itu haruslah berkisar pada tujuan untuk mengetahui :
1.      Pengetahuan isi Alkitab dan pengakuan iman
2.      Apa sebabnya calon tersebut ingin menjadi peserta sidi
3.      Bagaimana sikapnya terhadap pemanggilnya untuk hidup sebagai seorang pengikut Kristus.[5]
II.                Perjamuan Kudus
Sama halnya dengan baptisan kudus, Perjamuan Kudus bukanlah hasil penemuan manusia, melainkan ditetapkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Perintah tentang Perjamuan Kudus itu terdapat dalam Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20; 1 Kor. 11:23-25. Jika ayat-ayat itu kita teliti, akan terdapat perbedaan di dalamnya. Meskipun begitu, semuanya menunjuk kepada satu hal yang penting dan menentukan, yaitu : perintah supaya merayakan Perjamuan Kudus.
 
Dari segala perintah itu dapat disimpulkan, bahwa Perjamuan Kudus bukanlah perjamuan biasa. Sebab perjamuan ini adalah perjamuan yang diperintahkan. Di situ terdapat perintah supaya makan dan minum. Apa tujuan penggembalaan yang berkisar sekitar Perjamuan Kudus? Yang pertama adalah supaya anggota jemaat mengerti arti Perjamuan Kudus dan supaya anggota jemaat ingin ikut serta dalam perayaan Perjamuan Kudus.[6] Bagi kebanyakkan orang Kristen, ikut serta dalam perayaan Perjamuan Kudus merupakan tanda dan meterai, bahwa mereka sudah diampuni dan bahwa mereka akan diselamatkan.[7] Jadi disini kita tidak boleh lupa, bahwa Perjamuan Kudus itu sakramen juga, sehingga bukan tanda saja, akan tetapi materai. 
 
Tuhan Yesus sendirilah yang mengatur Perjamuan Kudus itu sebagai sakramen untuk menerangkan bahwa kesengsaraan dan kematian-Nya mendatangkan anugerah kepada tiap orang beriman. Jadi Perjamuan Kudus itu menjadi tanda dan materai bagi yang mengambil bagian dalam pelayanan sakramen ini.[8] Alkitab dapat menjelaskan kepada kita, apa yang dimaksudkan dengan kata “tanda” dan “materai” ini. Dengan mengadakan sebuah tanda, Allah memberi jaminan tentang rahmat-Nya.[9] Contoh “tanda” adalah misal pada Kain untuk menjamin kehidupan-Nya (Kej. 4:15). 
 
Pelangi adalah tanda Perjanjian Allah dengan Nuh (Kej. 9:13). Demikianlah juga yang dimaksudkan dengan kata “meterai” seperti pada Wahyu 7:4. Memang sudut pandangan ini benar juga dan penting sekali (Mat. 26:26-28). Tetapi di sini terdapat suatu kesulitan. Ada orang Kristen yang memandang Perjamuan Kudus sedikit secara magis. Mereka mengira, bahwa segala syarat harus dipenuhi sebaik mungkin supaya perayaan Perjamuan Kudus mendapat akibat yang diinginkan, yaitu: pengampunan dan keselamatan.[10] Barangsiapa yang menghadap meja Perjamuan Kudus, ia harus yakin bahwa apa yang hingga kini telah diterimanya belumlah kesempurnaan apa yang harus diterimanya. 
 
Hidupnya yang sekarang belum sampai kepada “yang seharusnya”. Ds. Riedel telah menyimpulkan tentang Perjamuan Kudus yang diajarkan rasul Paulus kepada jemaat di Korintus sebagai berikut (1) Perjamuan Kudus adalah memperingati kematian Kristus; (2) Pada Perjamuan itu diberikan kepada kita, bahwa kematian Kristus merupakan peristiwa yang mendatangkan penebusan dan perdamaian; (3) Perjamuan itu bersaksi tentang Perjanjian baru, yang diadakan Allah dengan umat-Nya oleh dan di dalam kematian Kristus; (4) 
 
Perjamuan Kudus itu adalah perjamuan yang menyatakan persekutuan dengan Yesus Kristus, Tuhan yang hidup; (5) Persekutuan dengan Kristus itu mengadakan persekutan antara orang-orang beriman satu sama lain, dan dengan demikian menciptakan Jemaat Kristen; (6) Pada perayaan Perjamuan Kudus itu kita diajak memandang ke depan dan menggantungkan harapan kita kepada Yesus Kristus yang akan datang untuk menyatakan Kerajaan-Nya dengan terang-terangan.[11]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar