Sabtu, 29 November 2014

PRESBITERIAL


Presbiterial berasal dari kata presbiter (Yunani), atau Zaqen (Ibrani) yang berarti Pinisepuh (Jawa), Sesepuh (Sunda), Ketua (Indonesia). Ada 3 macam Zaqen dalam Perjanjian Lama:

  • Yang bertindak sebagai wakil-wakil seluruh bangsa (Kel.3:16)
  • Yang bertindak sebagai wakil-wakil suku (Hak. 11:5)
  • Sebagai pemuka-pemuka kota (Hak.8:14)
Dengan berbagai macam Zaqen ini maka mereka mempunyai berbagai fungsi, misalnya:

  • Membebaskan Israel dari Mesir (Kel. 3: 16)
  • Mengusut perkara pembunuhan (Ul.21: 22)
  • Mengadili pembunuh (Ul. 19:12)
  • Mengurus perkara cekcok dalam pernikahan (Ul.22:15; 25:7)
Fungsi Zaqen ini haruslah dilihat dalam konteks (situasi kehidupan) bahwa bangsa Israel menyadari dirinya adalah umat pilihan Allah yang diperlengkapi dengan berbagai peraturan yang bertujuan untuk memelihara nilai-nilai dan norma-norma kehidupan seperti yang dikehendaki Allah. Dalam rangka mempertahankan dan memelihara kehidupan, dalam kedudukannya seperti yang disebutkan di atas maka bangsa Israel memerlukan  para Zaqen selaku pengontrol kehidupan sosial di dalam umat Allah.
Peranan para Zaqen  ini tampaknya berlangsung sepanjang sejarah kehidupan bangsa Israel itu sendiri: sejak keluaran dari Mesir, melalui para hakim, para raja, pembuangan ke Babel, kembali dari pembuangan Babel sampai pada jaman Perjanjian Baru. Walaupun pada jaman raja-raja, para raja mempunyai kepemimpinan atas umat Israel, namun para raja pun mengakui peranan dan kedudukan Zaqen tersebut (I Raja 8: 1, 3; 10:1, II Raja 10: 1; 19:2; 23:1).
Di dalam Perjanjian Baru, kata presbiter dalam konteksnya masing-masing dapat dikelompokkan dalam empat kelompok pengertian:

  • Yang menunjuk pada usia tua dalam artian umum (Kis.2:17,   I Tim.5:1-2, I Pet.5:5, Luk.15:27)
  • Yang menunjuk kepada nenek moyang atau pemimpin agama di masa lampau (Mat.15:2, Mrk.7:3,5)
  • Yang menunjuk kepada para penatua Yahudi (Mat.16:21, Kis.4:4-5,8,23; 6:12; 23:14; 24:1)
  • Yang menunjuk kepada penatua gereja (Kis.11:30; 14:23; 15:2,4,6,22-23; I Tim 5:17,19; Tit.1: 5)
Dengan demikian peranan presbiter dalam Perjanjian Baru sangat penting dalam kaitan dengan umat, yaitu dalam hal kepemimpinan dan pengontrol sosial. Oleh sebab itu kita dapat mengatakan bahwa peranan presbiter tidak banyak berbeda dengan peranan Zaqen dalam Perjanjian Lama.
Ketika gereja mula-mula mengalami perkembangan yang pesat maka mau tidak mau peranan presbiter pun berkembang. Sehingga muncul beberapa jenis presbiter yang ditentukan oleh pelayanannya, yaitu:

  • Presbiter yang bertindak selaku gembala, selaku pemberi teladan (I Pet.5:1-3). Tekanan pelayanannya adalah pada soal penggembalan/pengabdian diri dan bukan pada pemerintahannya.
  • Presbiter yang mengunjungi orang sakit dan mendoakannya (Yak.5:14)
  • Presbiter yang bertugas berkhotbah dan mengajar (I Tim.5:17)


SINODAL
Kata sinodal berasal dari kata  Yunani sunhodos. Kata ini tidak terdapat di dalam Alkitab. Tetapi akar katanya terdapat dalam alkitab, yaitu Sunodeuo (Kis.9:7) dan Sunodia (Luk.2:44) yang berarti seperjalanan.

Sinode berarti berjalan bersama, seperjalanan, berpikir bersama, bertindak bersama. Sebagai contoh dari hidup bersinode dapat kita lihat dalam Kisah 15. Pada jaman Paulus dan Barnabas, dalam jemaat Anthiokia muncul suatu masalah yang harus dipecahkan yaitu apakah orang-orang kafir (bukan Yahudi)  yang akan masuk Kristen harus menjalani proses proselitisasi Yahudi dahulu? Apabila hal ini merupakan keharusan maka berarti orang-orang bukan Yahudi ini harus tunduk kepada peraturan sunat Yahudi.

Sehubungan dengan hal ini terdapat perbedaan pendapat. Juga antara Paulus dan Petrus. Paulus tidak setuju bahwa mereka yang bukan Yahudi harus disunat terlebih dahulu sebelum menjadi Kristen. Sedangkan Petrus sebaliknya. Maka kita dapat membayangkan gejala perpecahan di tengah jemaat ini. Jemaat Anthiokia adalah jemaat yang mandiri, artinya dapat mengambil kewenangan sendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tentu saja mereka akan dapat memecahkan masalah tersebut apalagi dengan hadirnya tokoh seperti Paulus, Petrus dan Barnabas. 

Tetapi mereka tidak berusaha memecahkan masalah itu sendirian karena berkeyakinan bahwa jemaat ini  juga berada dalam persekutuan bersama dengan jemaat-jemaat lainnya. Itulah sebabnya mereka membawa masalah ini ke sidang gerejawi di Yerusalem. Langkah kebersamaan inilah yang dikenal dengan sebutan sinodal.

CIRI-CIRI SISTEM PRESBITERIAL SINODAL
Setelah memperhatikan sistem prsbiterial dan sinodal serta penjelasan dari makna presbiterial dan sinodal itu sendiri dalam Alkitab maka kita dapat mengatakan bahwa dalam sistem Presbiterial Sinodal ini terdapat ciri sebagai berikut:

  1. Gereja dipimpin oleh pejabat-pejabat gerejawi; yang secara kolektif  disebut Majelis Jemaat. Pejabat-pejabat gerejawi ini bukanlah wakil-wakil dari jemaat melainkan orang yang memegang jabatan itu atas nama Tuhan Yesus Kristus dan berhadapan dengan jemaat.  Setiap anggota  Majelis Jemaat mempunyai kedudukan yang sama; tidak ada seorang pun yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain. Masing-masing mempunyai tugasnya sendiri.
  2. Ciri utama dari sistem ini ialah kepenuhan dalam kesatuan. Tiap-tiap jemaat yang dipimpin oleh Majelis Jemaat mempunyai kemandirian penuh; tetapi pada saat yang sama tiap-tiap jemaat yang ada berada dalam kesatuan dengan  jemaat-jemaat lain dalam satu sinode sebagai wujud nyata berjalan bersama para persbiter dalam memimpin gereja yang Tuhan percayakan kepada mereka. Hal ini mempunyai implikasi positif sebagai berikut: Jemaat mempunyai otonomi (kemandirian penuh) tetapi terbatas; yang membatasinya ialah Sinode. Sebaliknya Sinode mempunyai kekuasaan tetapi terbatas; yang membatasinya ialah jemaat-jemaat. Dalam sistem Presbiterial sinodal semua keputusan yang diambil berdasarkan kesepakatan bersama bukan berdasarkan wewenang yang ada pada salah satu pihak.
  3. Dalam sistem ini terdapat dua garis timbal balik  antara Jemaat – Klasis –  Sinode Wilayah – Sinode Am; tetapi juga antara Sinode Am –  Sinode Wilayah –  Klasis –  Jemaat. Hubungan yang ada bukanlah yang bersifat hirarkies (dari atas ke bawah) melainkan  lebih bersifat mengarah kepada kesatuan sebagai keluarga besar.
  4. Kekuasaan tertinggi ada pada persidangan-persidangan pejabat gerejawi, baik di tingkat jemaat, klasis, sinode wilayah maupun sinode Am. Persidangan yang satu tidak boleh menguasai/memerintah persidangan yang lain; sebagaimana pejabat gerejawi yang satu tidak boleh menguasai/memerintah pejabat gerejawi yang lain Dengan demikian sistem ini mengharuskan banyaknya terjadi dialog dan komunikasi yang intensif antara pengambil keputusan.
STRUKTUR ORGANISATORIS
Sistem Presbiterial Sinodal  dicerminkan dalam kehidupan jemaat setempat  sebagai berikut :

  • Majelis Jemaat adalah pemegang wewenang tertinggi karena berfungsi mencerminkan kesatuan dari keseluruhan anggota jemaat. Hal ini dinyatakan dalam sarana pengambilan keputusan yang paling berwenang adalah rapat Majelis Jemaat. Karenanya tiap anggota Majelis Jemaat wajib hadir dalam rapat tersebut.
  • Wewenang yang dimiliki Majelis jemaat harus dipakai untuk melayani warga jemaat.
  • Untuk melayani warga jemaat maka Majelis Jemaat mengangkat Komisi sebagai badan pembantunya.
  • Dalam rangka kepemimpinan warga jemaat tidak mempunyai hak untuk  memerintah/mengambil keputusan walaupun mempunyai hak untuk tidak puas. Karenanya anggota jemaat yang merasa diperlakukan tidak adil oleh wewenang Majelis Jemaat dapat naik banding ke Klasis dan Sinode dengan tembusan kepada Majelis Jemaat.
“Dalam sebuah langkah kebersamaan orang-orang dengan kedewasaan emosional meninggalkan ego mereka di rumah. Sehingga dapat melakukan tugas pelayanan dengan baik dan penuh tanggungjawab demi kebaikan bersama.” 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar