Sebelum meneruskan perjalanan
ke Maluku, ia membentuk suatu gereja di situ dan mempermandikan 5000 orang. Di
dalam laporannya kepada Vikaris Apostolik Malaka ia minta, supaya misionaris
dikirim ke kepulauan Solor dan Timor. Dari pusat misi di Malaka para pastor
Portugis mengunjungi Solor dan Timor. Selanjutnya secara periodik antara tahun
1562-1590, Frei Antonio da Cruz OP mengunjungi Pulau Timor antara lain di
Bahas, Dilly, Lifao, dan Kupang.
Tahun 1577 para Misionaris Dominikan
melaporkan ke Malaka, bahwa mereka telah mempermandikan kurang lebih 50.000
orang, di Kepulauan Solor, Ende dan Timor. Tanggal 15 Oktober 1586 datang lagi
tiga misionaris ke Solor dengan kapal laut “Reis Magos” tiga misionaris baru.
Mereka inilah yang kemudian secara bergantian mengunjungi beberapa tempat di
Pulau Timor.
Setelah lama menjadi daerah misi yang sering hanya
dikunjungi dan kadang menetap untuk beberapa waktu, akhirnya diputuskan untuk
mencari tempat bagi misi menetap. Antara tahun 1589-1590 pastor Frei Melkior de
Antas OP datang ke Mena dan membentuk suatu persekutuan umat dan gereja di
situ.
Disebut bahwa anak sulung Raja Mena dibawa oleh Frei Melkior de Antas OP
ke Malaka untuk dididik dalam sekolah Katolik dan sesudah tamat dipermandikan
oleh Uskup Malaka, Joao Ribeiro Gaio dengan nama Laurensius dan diantar kembali
ke tanah airnya. Dalam perkembangannya pastor Melkior mengalami sakit malaria
sehingga harus pulang ke Solor sesudah 6 bulan. Tahun 1597 Raja Mena dipermandikan
juga. Terhitung hingga tahun 1613 hampir semua Misionaris dari Solor
mengunjungi Timor yang berpusat di Mena.
Tahun 1629 Pastor Frei Cristavao Rangel OP datang
dari Larantuka ke “Silabao” (Silawan), mempermandikan Raja dengan banyak
rakyatnya dan mendirikan sebuah gereja di situ. Karena orang-orang Makasar yang
ada di situ coba meracuninya, maka ia terpaksa pulang ke Larantuka dan dapat
diganti oleh Frei Bento Serao OP. Tahun 1630, Frei Luis da Paizao OP datang ke
Kupang untuk bertemu raja Ampono, tetapi dalam waktu singkat dia dibunuh oleh
orang Nisnoni.
Tanggal 12 Maret 1630 datanglah dari Malaka ke Lohajong seorang
Misionaris Dominikan bernama ANTONIO DE SANTO JASINTO OP. Ia kemudian menjadi
RASUL PULAU TIMOR. Ia yang kemudian mengunjungi Mena pada Tahun 1639. Dicatat
juga bahwa ada pastor portugis yang pernah mendarat di tanjung Batu Putih di
wilayah kerajaan Amabi, setelah melarikan diri dari Roti. Ia membentuk sebuah
gereja dan membangun sebuah sekolah di sana. Ia kemudian pindah ke Amarasi atas
permintaan raja Amarasi tapi kembali dan bekerja di wilayah Amabi hingga
meninggalnya di sana.
Tanggal
24 Juni 1641 Ratu Mena dengan anak sulungnya Johanes dan banyak rakyat lain
lagi dipermandikan oleh Frei Antonio de Santo Jasinto, setelah mereka dibantu
serdadu Portugis untuk mengatasi serbuan Raja Tello Sumbaco dari Makasar.
Tanggal 1 Juli 1641 padre Frei Antonio de Santo Jasinto diminta oleh Ratu janda
Ambenu untuk datang ke Oekusi. Di sana Ratu,
dan anak-anaknya dipermandikan di Lifao. Karena kebutuhan akan misionaris di
Timor semakin lama semakin banyak maka bulan Agustus tahun 1641 Padre Frei
Antonio de Santo Jasinto mengirimkan dari Larantuka ke Mena Padre Frei Bento
Serrao OP dan Frei Manuel da Resuresao OP yang kemudian ditugaskan untuk suatu
gereja yang satu jam dari pantai dan delapan jam dari pedalaman.
Sementara
untuk wilayah Ambenu dikirim Padre Frei Pedro de Santo Jose, dan Padre Frei
Alvaro de Tavora OP. Keduanya bertempat tinggal di Lifao, sedangkan untuk
wilayah Amanuban dikirim Padre Frei Jasinto de Santo Dominggos OP dan Frei
Crisostomo de Santiago OP. Karena sering mengganggu orang-orang Katolik yang
ada di sekitar maka para misionaris Portugis merencanakan panaklukan dua Raja
besar Timor yaitu Sonbai dan Maromak Oan.
Di bawah pimpinan Kaptain Mayor
Fransisco Fernandes, Raja-raja Sonbai kemudian dikalahkan, dan minta untuk
dipermandikan di Tanjung Sombiao (dekat Oepoli). Cara yang sama dilakukan
Portugis terhadap Maromak Oan. Pada tanggal 26 Mei 1642, Visitator Frei Lucas
da Crus OP datang dengan sejumlah tentara Portugis ke Mena dimana ia mengundang
raja-raja Mena, Ambenu dan Sonbai untuk ikut ambil bagian.
Pada bulan September
1642 Perang melawan Maromak Oan dimulai. Kerajaan Maromak Oan diserbu,
istananya dibakar, kekuasaannya dihapus lalu, Liurainya diangkat menjadi
“kesel”. Tahun 1644 Padre Frei Antonio de Santo Jasinto melebarkan sayap ke
wilayah Selatan. Tahun 1645 Frei Antonio mempermandikan di Kupang Raja Duarte
dan isterinya MARIANA, beserta Amtiran dan Ambesi. Karena Belanda mulai
mengincar Kupang maka pada thaun 1647 Padre Frei Antonio meninggalkan Kupang ke
Larantuka dan selanjutnya dipanggil untuk bertugas di Goa. Dan Kupang akhirnya
dikuasai Belanda pada tahun 1649..
Agama Katolik selanjutnya berkembang bebas hanya di wilayah Noemuti dan Ambenu dengan pusatnya di Lifao. Diceriterakan bahwa seorang misionaris Timor Padre Manuel de Santo Antonio OP diangkat menjadi uskup Malaka dan pada Bulan Juni 1718 datang kembali ke Pulau Timor dan bertempat tinggal di Lifao. Karena ada perbedaan pendapat dengan penguasa Portugis sehingga tahun 1722 Uskup Manuel meninggalkan Lifao dan kembali bertempat tinggal di Macao.
Pada akhir tahun itu juga Tachta Suci memutuskan,
bahwa bukan saja misionaris Dominikan yang bisa bekerja di Pulau Timor, Flores
dan Solor, melainkan juga Pater-pater Jesuit dan pater-pater serikat Salib Suci
juga boleh bekerja di Timor. Ciri khas pater-pater Salib Suci adalah bahwa
dimana mereka bekerja, di situ mereka akan mendirikan sebuah salib besar. Dalam
hubungan dengan ini kita diingatkan oleh tempat-tempat di Timor yang namanya
ada hubungannya dengan salib seperti bekas-bekas salib di Weluli, Lidak,
Naitimu, Mandeu, Lasiolat, Dirma, Nunkurus dan Tanjung Kurus.
Tanggal 9 Agustus 1743, padre Antonio de Castro, Ordo Kristus, diangkat menjadi pengganti Uskup Manuel di Macao, dan setelah itu ia datang dan tinggal di Lifao, Ambenu, Timor Leste. Tanggal 19 Februari 1748 lagi-lagi, padre Frei Gerardo de Santo Jose, seorang misionaris Timor diangkat menjadi Uskup Malaka. Tahun 1750 ia ditahbiskan dan kemudian datang dan tinggal di Lifao.
Di Lifao ia mendirikan gereja Katedral dan tinggal disitu sampai
kematiannya pada tahun 1762. Tahun 1749 sekelompok orang Portugis hitam berkuasa
di wilayah Oekusi. Mereka itu adalah campuran Portugis-Indonesia, mungkin
berasal dari Larantuka atau Ende. Mereka bersekutu dengan orang-orang Portugis
Putih di Lifao dan menyerang Kupang tapi tak berhasil. Tahun 1754, masih ada 10
biarawan Dominikan yang berkarya di Timor. Kira-kira tahun 1755 Padre Antonio
Bonaventura bersama padre Jose Rodrigues Pareira dijadikan PS-Gubernur di Dily.
Tahun 1769 di Timor hanya ada delapan misionaris, dan mereka semua pindah ke
Dily sebagai pusat baru.
Tahun 1769 adalah tahun yang sangat menentukan bagi sejarah pemerintahan maupun gereja katolik Timor kelak. Pada tahun itu orang-orang Portugis putih meninggalkan Oekusi dan pindah menetap di Dili. Oekusi dan Lifau yang sejak awal kedatangan Portugis menjadi pusat kegiatan misi Katolik di Timor, kini hanya menjadi kenangan.
Oekusi masih menjadi kota
distrik Ambenu dan ramai, tetapi Lifau yang dahulu menjadi pusat misi Timor di
mana pernah ada sebuah Katedral, kini sepi dan hanyalah padang rumput yang di
sana sini ditumbuhi pohon asam dan pohon kabesak tanpa pemukiman. Sejak
perpindahan itu, maka Dili menjadi pusat pemerintahan Portugis sekaligus pusat
kegiatan misi Portugis di Timor.Tercatat bahwa pada tahun 1780 terdapat 50
gereja dan kapela di seluruh Pulau Timor.
Sumber: http://maubes.blogspot.com/
Sumber: http://maubes.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar