Pastor Joseph Mohr, penulis lirik lagu “Malam Kudus”
(Foto yang digambar kembali)
Tahun 1816 Pastor Joseph Mohr menulis lirik lagu
“Malam Kudus” (aslinya “Stille Nacht”) ketika bertugas di gereja
peziarah di sebuah desa Mariapfarr, Lungau di pegunungan Alpen, Austria.
Beberapa hari sebelum Natal tahun 1818, Joseph Mohr sebagai pastor pembantu di
gereja Santo Nikolaus, Obendorf, Salzburg, Austria, bingung karena organ di
gereja rusak. Umat bakal kecewa jika lagu-lagu Natal dinyanyikan tanpa iringan
organ. Umat yang terbanyak terdiri dari pekerja kapal, pembuat perahu, dan keluarganya.pun
sedang dirundung kesulitan ekonomi. Penyebabnya adalah terhentinya transportasi
garam melalui sungai di Salzburg setelah Perang Napoleon (1792 – 1815)..
Ekonomi lesu dan penduduk setempat mengalami depresi ekonomi.
Inilah kapel yang dibangun di bekas reruntuhan gereja
Santo Nikolaus, Obendorf, Salzburg, Austria, tempat pertama kali dikumandangkan
lagu “Malam Kudus”
Dalam keadaan bingung Mohr berjalan kaki ke rumah
Franz Gruber, seorang guru SD yang menjadi organis dan pemimpin koor di gereja.
Ia menunjukkan lirik yang ditulis dua tahun lalu kepada Gruber. Gruber langsung
menggubah melodinya dan menyerahkannya kepada Mohr. Mohr merasa puas dan keduanya
mulai berlatih. Tepat pada malam vigili Natal, 24 Desember 1818. Mohr
menyanyikan suara tenor sambil mengiringi dengan gitar, sedangkan Gruber
menyanyikan suara bas. Nyanyian keduanya langsung disambut gembira umat.
Franz Gruber, penggubah melodi lagu “Malam Kudus”
Pemandangan di sekitar Gereja Santo Nikolaus di
Salzburg, Austria
Naskah asli lagu ini lama hilang seiring dengan
dirobohkannya gereja ini pada awal tahun 1900-an karena telah hancur akibat
banjir dan karena pusat kota telah dipindahkan ke bukit yang lebih aman. Sebuah
gereja baru dibangun di pusat kota yang baru.
Semula lagu ini lama tak dikenal. Penyebabnya antara
lain karena lagu ini tidak berasal dari komponis terkenal atau dari katedral
tersohor. Apa sih yang berharga yang diharapkan dari sebuah kampung kecil yang
namanya tidak tercantum di peta.
Tahun 1863 John Freeman Young menterjemahkan lagu ini
ke dalam bahasa Inggris dengan judul “Silent Night”. Segera lagu ini
tersebar luas ke seluruh dunia dan dinyanyikan sampai sekarang. Kini lagu ini
diperkirakan telah diterjemahkan ke lebih dari 200 bahasa di dunia. Komposisi
musik Gruber dalam lagu ini dipengaruhi tradisi musik di pedesaan tempat
tinggalnya. Melodinya mencerminkan segi-segi musik rakyat Austria. Ini
membuktikan bahwa banyak lagu yang menjadi populer dan mendunia sebenarnya
mengadopsi motif lagu atau musik rakyat yang sudah mentradisi berabad-abad.
Lagu-lagu itu kemudian bertahan lama, bisa sampai berabad-abad sebagai
kelanjutan tradisi musik-lagu rakyat berabad sebelumnya.
Setelah menjadi amat populer timbul tanda tanya siapa
pengarang lagu ini. Berbagai versi cerita beredar dan banyak cerita fiksi
bermunculan. Rasa ingin tahu ini menggerakkan hati para peneliti untuk mencari
jawaban. Tahun 1995 naskah asli tulisan tangan Mohr ditemukan oleh para
peneliti. Tulisan itu menunjukkan bahwa lirik lagu itu ditulis tahun 1816
sedangkan melodinya dikarang tahun 1818 oleh Franz Gruber. Kemudian, sebuah
kapel kecil dibangun di tempat reruntuhan gereja yang asli dan dinamakan “Stille-Nacht-Gedächtniskapelle”(Kapel
Kenangan Malam Kudus). Sebuah rumah di dekatnya diubah menjadi museum yang
sampai sekarang dikunjungi banyak turis dari berbagai penjuru dunia.
Naskah lagu “Malam Kudus” yang digubah Franz Gruber.
Gitar yang diperkirakan digunakan Joseph Mohr saat
menyanyikan lagu “Malam Kudus”
Museum dekat kapel yang dibangun di
bekas reruntuhan gerega Santo Nikolaus untuk mengenang Jospeh Mohr dan Franz
Gruber di Obendorf, Austria.
Kubur Franz Gruber di depan rumahnya yang kini
dijadikan museum Gruber.
Kamar di rumah Franz Gruber
Organ yang telah diperbaiki di kapel
yang berdiri di bekas tempat Gereja Santo Nikolaus, Obendorf, Salzburg
Hikmah apa yang dapat dipetik dari sejarah
lagu “Malam Kudus” ?
Di Indonesia lagu-lagu kaum muda yang meniru irama
musik pop Barat cenderung amat cepat ditinggalkan masyarakat karena sebenarnya
irama musik pop belum memiliki tradisi panjang dalam masyarakat kita.
Sedangkan, popularitas lagu seperti lagu Butet yang menerapkan irama lagu
masyarakat Batak tersebar luas dan disenangi masyarakat Indonesia, bahkan
masyarakat Rusia, sedangkan lagu Bengawan Solo yang berirama keroncong juga
disenangi masyarakat Indonesia dan menular digandrungi masyarakat Jepang.
Hal ini menunjukkan gejala yang sama seperti latar
belakang lagu “Malam Kudus”. Sebuah lagu yang berakar pada tradisi musik-lagu
sebuah masyarakat atau yang memperbaharui irama lagu-musik rakyat cenderung
tahan zaman di masyarakat setempat dan cenderung diterima di berbagai bagian dunia.
Karena, sebenarnya irama itu sudah teruji dan tersaring dalam sejarah selama
berabad-abad.
Kunjungan ke Kapela “Silent Night, Holy Night” atau
“Malam Kudus”
Oleh Peter Paskalis
Tiga belas
tahun silam saya mengunjungi Kapela „Silent Night, Holy Night“ di Oberndorf, di
mana lagu terkenal „Malam Kudus“ diciptakan. Oberndorf, suatu kampung sekitar
20 km di sebelah Utara Kota Salzburg (Kota kelahiran Wolfgang Amadeus Mozart di
Austria), terletak tepat di perbatasan antara Austria dan Jerman.
Dalam
perjalanan menuju kampung ini, saya membayangkan suatu gereja besar, mengingat
kebesaran dan ketenaran lagu ini yang diterjemahkan hampir ke dalam semua
bahasa di dunia. Ketika memasuki Oberndorf, saya berusaha melihat candi gereja
terbesar dan saya kaget, ketika keluarga yang menemani saya menunjukkan suatu
kapela kecil dekat sungai kecil yang membatasi Austria dan Jerman. Wah, kapela
mungil, mungkin hanya untuk 8-10 orang di dalamnya.
Lagu „Silent
Night“ (Stille Nacht, dalam bahasa Jerman) dinyanyikan pertama kali di kapela
ini pada malam Natal tahun 1818. Diiringi dengan orgel sederhana yang hampir
rusak oleh Franz Xaver Gruber (pencipta melodi lagu „Malam Kudus“), karena tali
pedalnya hampir putus. Karena itu, pastor pembantu di kampung ini Joseph Mohr
(penulis teks lagu “Stille Nacht”) meminta orang lain untuk menemani dengan
gitar.
Suatu yang
berawal sederhana menghasilkan suatu karya yang terkenal di seluruh dunia.
Gereja St.
Nikolaus, lebih dikenal „Kapela Malam Kudus“ (Stille Nacht Kapelle), terletak
di samping sungai Salzach dan sering dilanda banjir di tahun 1890-an. Banjir
sering membawa kerusakan pada kapela ini. Banjir yang terbesar terjadi tahun
1899, yang merusak hampir setengah kampung Oberndorf dan menghancurkan kapela
mungil ini secara total. Karena itu umat mendirikan satu gereja baru 800 meter
lebih jauh dari sungai dan agak di ketinggian.
Untuk
beberapa puluh tahun, kapela ini tidak dibangun lagi, dengan alasan keuangan
dan juga karena bahaya banjir selalu mengancam. Kemudian toh mengenang 100 tahun
lagu Malam Kudus dan juga sebagai tanda seru dan doa untuk perdamaian dunia
(mengingat perang dunia pertama 1914-1918), maka bangkitlah inisiatif membangun
kembali kapella ini. Lagu Malam Kudus sering dikumandangkan di mana-mana di
Eropa. Dunia mendambakan perdamaian dan simbol perdamaian dunia adalah Silent
Night, Holy Night. Suatu keajaiban, 1918, tepat 100 tahun lagu ini diciptakan,
perang dunia pertama berakhir…Dan sebagai tanda syukur atas perdamaian, orang
berziarah ke Oberndorf dan menyumbang pembangunan kapela Malam Kudus dan
selesai tahun 1937. Semoga Malam Kudus, membawa perdamaian di dunia ini. Amin.
(Kiriman Peter Paskalis pada Hari Natal 2009)
Sumber:
- xmashymn.httpwww.morning-glow.comholidaysxmasxmashymn.html
- Silent_Night.httpen.wikipedia.orgwikiSilent_Night
- origin_song.asp.httpwww.stillenacht.atenorigin_song.asp
- imgres.httpimages.google.co.id
- imgres.httpimages.google.co.idimgresimgurl=httpwww.sturmenkrieg.com
- Email Peter Paskalis dari Austria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar