Rabu, 03 Desember 2014

PEMINDAHAN ORANG ROTI(E) KE TIMOR.



Apa yang terjadi sesudah Belanda berhasil menegakan kekuasaannya di bagian Timur Nusantara belum diteliti secara memuaskan namun sampai abad ke sembilan belas bahwa VOC sudah aktif di Nusa Tenggara sejak abad ke XVII tetapi masih dalam tingkat yang kurang begitu luas. Pulau Timor masih tetap menjadi sumber kayu cendana, tetapi Flores, Sumba, Sawu, Roti hanya memiliki arti perdagangan yang kecil sekali. Portugis membanngun sebuah benteng di Kupang tetapi kemudian meninggalkannya. 

VOC tiba di Timor pada tahun 1613 dalam usahanya menguasai kayu cendana. VOC menghadapi serangan berat dari Topas atau Portugis Hitam, suatu kelompok penduduk Kristen berdara campuran yang berbahasa Portugis dan berpangkalan di Flores. 

Antara Topas dan Belanda terjadi semacam kebuntuan dan ini berlanjut sampai puncaknya pada Perang Penfui tahun 1749, ketika serangan besar Topas bersama sekutu-sekutunya Raja-raja Timor terhadap Kupang berhasil digagalkan secara meyakinkan oleh Belanda dan sekutunya. Sejak itu VOC Belanda mulai bertindak leluasa di Timor Barat sebagai kekuatan utama khususnya penguasaan kayu cendana.

Pada tahun 1681 sebuah serangan berdarah VOC untuk memperkokoh kekuasaan sekutu-sekutu lokalnya, di pulau Roti(e) dan menjadikan basis perbekalan dan sumber budak namun demikian tidak satupun benteng VOC yang kokoh di Roti. Pada abad XVIII orang-orang Roti mengambil keuntungan besar dari keadaan yang timbul karena kehadiran VOC. Berangsur-angsur mereka mulai menganut agama kristen yang memberikan kepada mereka status sosial yang lebih tinggi , kebebasan dari perbudakan dan kemungkinan memperoleh dukungan dari VOC. 

Suatu perkara hukum yang berkepanjangan dari tahun 1724-9 menetapkan anggapan kepada penduduk orang Roti yang memeluk agama kristen berada diluar kekuasaan penguasaannya yang menyembah berhala maka hal itu mempercepat proses pengkristenan penduduk Roti. Pada 1749 penguasa Roti yang pertama sudah memeluk agama Kristen kemudian terjadi perkembangan yang luar biasa dengan kehadiran guru-guru sekolah dan hingga 1765 orang Roti sudah sanggup mengambil alih pengelolaan sekolah-sekolah berbahasa Melayu. 

Rakyat Roti mulai mampu menampilkan bentuk kekristenan lokal yang ditunjang sistem sekolah mereka sehingga membedakan mereka dari naluri-naluri reformasi kaum misionaris Eropa abad ke XIX. Dengan demikian menjadikan orang Roti suatu peranan regional yang menonjol pada abad ke XX.

Secara resmi orang Roti(e) bermukim di daerah yang diketahui sebagai daerah milik pemerintah ( governement grondgebeid). Berdasarkan perjanjian dan persetujuan yang telah lama berlaku, daerah seluas 6 pal atau kira-kira 9 km itu adalah daerah berbentuk setengah lingkaran yang mengelilingi Teluk Kupang. 

Daerah kupang inilah yang dimiliki oleh Belanda pada abad sebelumnya dan berkali-kali dipertahankan terhadap serangan dari PortugisHitam dan sekutunya dari Timor. Raja-raja dari para sekutu Belanda yang setia sering mencari perlindungan dekat Kupang dan akhirnya mendirikan perkampungan di daerah milik pemerintah ini. Daerah-daerahnya terutama daerah Raja Sonbai telah terpecah-pecah dan tererosi dan ikut menciptakan daerah tak bertuan yang kemudian didiami oleh orang Roti. 

Pada tahun 1831 Raja Kupang yang pertama –tama menyerahkan tanahnya kepada Belanda, memindahkan kediamannya ke Semau, sedangkan raja-raja Amabi dari Taebenu Sonbai Kecil mempertahankan kediamannya dekat Kupang dan hanya menguasai sisa-sisa dari bekas kerajaannya.

Raja Sonbai yang berdiam dipedalaman Timor telah mengirim saudaranya ke Kupang untuk berunding tetapi kemudian berkhianat dan memisahkan diri dan mendapat pengakuan dari Belanda. Di antara Amfoan dan daerah milki pemerintah di Kupang terdapat dua daerah sengketa yaitu Pitai dan Takaip yang juga keduannya memisahkan diri dari Sonbai. Namun kedua daerah itu tidak diakui oleh Belanda maupun oleh Sonbai. 

Dalam laporan Belanda tahun 1831 secara halus daerah ini dikatakan sebagai daerah netral. Daerah lain yang menyatakan diri bebas dari Sonbai adalah Manobait, suatu daerah kecil dengan 3000 penduduk dibagian utara babau di daerah pegunungan. Walau secara diam-diam daerah ini diakui Belanda namun daerah tidak diakui Sonbai. Setelah bermukim di Timor orang Roti kemudian bertikai dengan orang-oranng Pitai, Takaip dan Manobait. Raja-raja didaerah ini yang sebelumnya adalah Fettor ( penguasa kedua) dari kerajaan Sonbai karena dianggap sebagai pemberontak selalu menderita serangan-serangan dari Belanda dan orang Timor. 

Walaupun sebenarnya mereka adalah raja-raja yang diakui oleh rakyat di daerah yang kemudian menjadi pemukiman orang Roti, kedudukan mereka tidak berketentuan sehingga pertahanannya makin hancur. Setelah beberapa puluh tahun setelah pemukiman pertama di dataran sekitar Kupang telah tersebar pemukiman orang Roti ke tarus, Oesapa, babau, Oesau, Nunkurus, Pariti dan hal ini disebakan karena orang Roti yang dipindahkan dari pulau Roti ke Timor itu bukan suatu suku bangsa yang homogen. Mereka orang Roti ini walau tinggal bersama di satu pulau namun hidup dalam daerah- zoning masinng-masing yang berbeda. 

Sebenarnya tujuan Resident Hazaart memindahkan orang Roti ke Timor untuk membentuk Desa dan Sub Desa namun karena pembagian mereka berabad-abad di pulau Roti ini menyebabkan mereka perpindahan orang Roti cenderung bersifat setrifugal. Mereka tidak berpusat di daerah yang strategis, pemukiman orang – orang Roti yang berasal dari berbagai daerah itu tersebar di seluruh daerah milik pemerintah.

Orang Roti dari Termanu menetap di Babau dan Pariti dan kemudian meluas ke Oesao. Pada tahun 1839 tidak lama sesudah itu Belanda menempatkan penduduk Dengka di Tarus dan kemudian beberapa kelompok kekerabatan membentuk desa Nunkurus. Sejumlah orang dari Thie misalnya bermukim di Oesapa dan kemudian orang dari Bilba bermukim di Sulamudan selanjutnya pindak ke Semau. 

Perkampungan orang Roti di Timor menjadi suatu perkampungan pelopor pertanian yang bersenjata. Begitu lengkapnya persenjataan orang Roti karena dilindungi oleh Belanda. Keberhasilan serangan-serangan orang Roti kepada serangan Pitai bukan ditangan orang Roti tetapi ditangan Belanda. Keadaan pemukiman orang Rote yang terpisah-pisah itu tidak memungkinkan mereka untuk mengadakan suatu kesatuan dalam perlawanan terhadap serangan orang Timor. Oleh karena itu Belanda menggerahkan orang RoTi untuk mempertahankan diri mereka sendiri berdasarkan solidaritas yang mana ini tidak dirasakan oleh orang-orang Rote sendiri. 

Pada abad sebelumnya, diperlukan waktu berbulan-bulan bahkan terkadang setahun atau lebih untuk mengumpulkan kekuatan guna menyerang pedalaman Timor. Pada abad XIX hal ini pernah dilakukan dengan waktu yanng pendek. Kesatuan utama dari pasukan itu bukan orang Rote yang berdiam di Timor tetapi dari Pulau Rote sendiri. Lebih mudah mengumpulkan dengan cepat sekelompok orang Roti bersenjata, guna mempertahankan suku bangsa Roti di Timor dengan bantuan dan pengangkutan dari Belanda, perkampungan kecil orang Roti di Timor dapat dipertahankan oleh kekuatan bersenjata dari seluruh pulau Rote. 

Kekuatan ini tidak pernah dikerahkan untuk melawan seluruh orang Timor, tetapi terhadap golongan orang Timor khusus yang mengancam seperti Pitai, Takaip dan Manobait, yang bahkan tidak disokong oleh raja-raja Timor yang utama. Pada tahun 1855 Belanda pernah mengirim dua kapal Celebes dan Lansier untuk mengangkut 1300 oranng pasukan pembantu dari pulau Rote ke Timor untuk melancarkan expedisinya terhadap Fetor dari Takaip yang bernama Bakekooi. Pasukan pembantu dari pulau Roti ini berperang dengan orang-orang Timor di Takaip untuk membela orang Roti disana. 

Ekspedisi mendarat dekat Pariti dan mulai dari tanggal 9 sampai 13 September menyerang dengan meriam dan membakar desa Batu Iki ( Fatu Iki). Pada tanggal 15 September kurang dari seminggu setelah hari penyerangan pertama, orang-orang Rote itu telah kembali ke pulaunya. Pada tahun 1870 perkampungan orang Rote telah meluas ke sepanjang pantai utara Timor sampai daerah Amfoan. Dan pada saat itu desa Naikliu digambarkan sebagai perkampungan oranng Rote yang berkembang, pelabuhan dan pusat perdagangan.

Pada tahun 1923 Belanda mulai sepenuhnya dengan “Penenteraman Pulau Timor” dan mulai mebuka jalan ke pelosok pulau Timor, dan sejumlah pedagang Roti ikut keliling sebagai perantara dalam perdagangan ternak dan sebagai penjual arak lontar orang Rote mengembara keseluruh Timor selama musim kemarau. 

Perpindahan orang Rote sepanjang pantai dan di pedalaman sepanjang jalan raya , orang Rote terus menerjunkan diri diantara daerah-daerah Timor. Dan orang orang masih pada saat itu membentuk perkampungan di Tuasene di suatu padang sabana lontar yang sangat luas di lembah Noel Leke di Selatan Tengah Timor ( Zuid Midden Timor).Dengan demikian timbul suatu permukiman yaitu Tepas.

Referensi :

• Fox, James J. Panen Lontar, Perubahan ekologi dalam kehidupan masyarakat…, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996
• M.C.Ricklefs, Sejarah Indonesia moderen 1200- 2008,diterjemahkan dari a History of Modern Indonesia Since c Palgrave cet 1,2008, PT Serambi Ilmu Semesta 2008.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar