7. Paus Clement VII ( Paus 1523
– 1534 ) Clement VII (Portrait by
Sebastiano del Piombo, c. 1531)
Selain mendukung Protestant Reformation ( sebuah gerakan reformasi di Eropa ketika beberapa denominasi memisahkan diri dari gereja Katolik), Paus Clement VII juga terkenal karena bergabung dengan aliansi antara Perancis, Spanyol dan Jerman. Meskipun menjelang kematian ia bersandar ke kekuatan politik Perancis. Paus Clement VII meninggal dunia pada tahun 1534 setelah memakan jamur beracun.
Clement seringkali mengubah pandangan politiknya mengikuti siapa yang paling kuat dan kaya di setiap waktu. Sebagai hasil ketidak setiannya, seorang pengritiknya, Charles V menyamankan Clement dengan seorang gembala yang telah melarikan diri umatnya dan kembali sebagai serigala, menurut “The Pontificate of Clement VII: History, Politics, Culture” (Ashgate Publishing, Ltd., 2005)
Selain mendukung Protestant Reformation ( sebuah gerakan reformasi di Eropa ketika beberapa denominasi memisahkan diri dari gereja Katolik), Paus Clement VII juga terkenal karena bergabung dengan aliansi antara Perancis, Spanyol dan Jerman. Meskipun menjelang kematian ia bersandar ke kekuatan politik Perancis. Paus Clement VII meninggal dunia pada tahun 1534 setelah memakan jamur beracun.
Clement seringkali mengubah pandangan politiknya mengikuti siapa yang paling kuat dan kaya di setiap waktu. Sebagai hasil ketidak setiannya, seorang pengritiknya, Charles V menyamankan Clement dengan seorang gembala yang telah melarikan diri umatnya dan kembali sebagai serigala, menurut “The Pontificate of Clement VII: History, Politics, Culture” (Ashgate Publishing, Ltd., 2005)
6. Paus Leo X ( 1513 – 1521 ) Cardinal
Giovanni de’ Medici/Pope Leo X (en.wikipedia.org)
Paus Leo X tidak hanya mengijinkan tetapi mendorong jamaahnya untuk membayar dosa-dosa mereka – secara harfiah. Pemimpin agama yang korup ini suka menempatkan harga pada dosa-dosa orang lain dan meminta mereka untuk memberinya uang sebagai imbalan untuk membebaskan kesalahan mereka. Paus Leo X juga mengancam bahwa jiwa jamaahnya tidak akan mampu masuk surga jika tidak membayar sejumlah uang. Leo X menetapkan denda bagi yang melakukan dosa atas kejahatan seperti pembunuhan, inses, dan pencurian, menurut buku “Pope Leo X: Opponent of the Reformation” (Compass Point Books, 2006)
Leo X secara tegas menentang Protestant Reformation, yang diilhami oleh argumen Martin Luther terhadap metode amoral gereja untuk mendapatkan dana berdasarkan ketakutan masyarakat berupa ancaman tidak masuk ke surga.
Paus Leo X tidak hanya mengijinkan tetapi mendorong jamaahnya untuk membayar dosa-dosa mereka – secara harfiah. Pemimpin agama yang korup ini suka menempatkan harga pada dosa-dosa orang lain dan meminta mereka untuk memberinya uang sebagai imbalan untuk membebaskan kesalahan mereka. Paus Leo X juga mengancam bahwa jiwa jamaahnya tidak akan mampu masuk surga jika tidak membayar sejumlah uang. Leo X menetapkan denda bagi yang melakukan dosa atas kejahatan seperti pembunuhan, inses, dan pencurian, menurut buku “Pope Leo X: Opponent of the Reformation” (Compass Point Books, 2006)
Leo X secara tegas menentang Protestant Reformation, yang diilhami oleh argumen Martin Luther terhadap metode amoral gereja untuk mendapatkan dana berdasarkan ketakutan masyarakat berupa ancaman tidak masuk ke surga.
5. Paus Julius II ( 1503 – 1513
) Julius
II (en.wikipedia.org)
Meskipun telah mengucapkan sumpah suci sebagai Paus, Julius II dilaporkan memiliki beberapa gundik dan setidaknya satu anak tidak sah (beberapa sumber menunjukkan bahwa ia memiliki dua anak perempuan lain yang meninggal saat anak-anak). Pada tahun 1511, dewan mengajukan tuntutan terhadap Julius II karena tindakan cabulnya. Dewan menyatakan bahwa Julius II menutupi tindakan cabul (boroknya) yang memalukan, menurut Dr Joe J. Payyapilly dalam buku “The Spirit of Holiness” (Xlibris Corporation, 2010).
Meskipun Julius II adalah penggemar seni dan kolektor patung kuno, tapi tidak percaya pada pepatah atau seni yang baik. Julius II memaksa Michelangelo untuk menyelesaikan Sistine Chapel sebelum ia siap untuk melakukannya, menurut buku “The Western Heritage” (Prentice Hall, 2000).
Michelangelo tidak pernah sempat menyelesaikan makam Paus Julius II walaupun telah meninggal, menurut “Christianity: the First Two Thousand Years” (Continuum International Publishing Group, 1997).
Meskipun telah mengucapkan sumpah suci sebagai Paus, Julius II dilaporkan memiliki beberapa gundik dan setidaknya satu anak tidak sah (beberapa sumber menunjukkan bahwa ia memiliki dua anak perempuan lain yang meninggal saat anak-anak). Pada tahun 1511, dewan mengajukan tuntutan terhadap Julius II karena tindakan cabulnya. Dewan menyatakan bahwa Julius II menutupi tindakan cabul (boroknya) yang memalukan, menurut Dr Joe J. Payyapilly dalam buku “The Spirit of Holiness” (Xlibris Corporation, 2010).
Meskipun Julius II adalah penggemar seni dan kolektor patung kuno, tapi tidak percaya pada pepatah atau seni yang baik. Julius II memaksa Michelangelo untuk menyelesaikan Sistine Chapel sebelum ia siap untuk melakukannya, menurut buku “The Western Heritage” (Prentice Hall, 2000).
Michelangelo tidak pernah sempat menyelesaikan makam Paus Julius II walaupun telah meninggal, menurut “Christianity: the First Two Thousand Years” (Continuum International Publishing Group, 1997).
4. Paus Alexander VI ( 1492 –
1503 ) Pope Alexander VI
(en.wikipedia.org)
Menurut buku “The Last Judgment “(Macmillan, 2009), Alexander VI terlibat kisah asmara dengan beberapa perempuan termasuk Giulia Farnese (dikenal sebagai Julia the Beautiful), dan memiliki anak tidak sah banyak dengan istrinya dulu, Vannozza dei Cattani (yang pernah dinikahi oleh Alexander VI),
Gaya hidupnya yang hedonistik sangatlah memalukan. Bahkan pada saat kejahatan dan kekerasan marak di jalan-jalan di Roma, Paus malah menyibukkan diri dengan menghadiri pementasan drama komedi, perjamuan mewah, melakukan penyamaran dan pesta dansa. Semua aktifitasnya tersebut dibayar dengan dana gereja, menurut buku “The Borgia Pope” ( Kessinger Publishing, 2006). Sebagai reaksi atas gaya hidupnya yang playboy, menurut rumor yang mulai muncul ke permukaan bahwa Alexander VI sering mengatur pesta seks.
Menurut buku “The Last Judgment “(Macmillan, 2009), Alexander VI terlibat kisah asmara dengan beberapa perempuan termasuk Giulia Farnese (dikenal sebagai Julia the Beautiful), dan memiliki anak tidak sah banyak dengan istrinya dulu, Vannozza dei Cattani (yang pernah dinikahi oleh Alexander VI),
Gaya hidupnya yang hedonistik sangatlah memalukan. Bahkan pada saat kejahatan dan kekerasan marak di jalan-jalan di Roma, Paus malah menyibukkan diri dengan menghadiri pementasan drama komedi, perjamuan mewah, melakukan penyamaran dan pesta dansa. Semua aktifitasnya tersebut dibayar dengan dana gereja, menurut buku “The Borgia Pope” ( Kessinger Publishing, 2006). Sebagai reaksi atas gaya hidupnya yang playboy, menurut rumor yang mulai muncul ke permukaan bahwa Alexander VI sering mengatur pesta seks.
3. Paus Benediktus IX ( 1032
dan 1048 ) Pope Benedict IX
(en.wikipedia.org)
Paus Benediktus IX mendapatkan kekuasaan dan kekayaan sejak usia dini karena adanya hubungan yang erat antara keluarganya dengan gereja. Benediktus IX mewarisi gelar Paus karena dia adalah keponakan dari kedua Paus sebelumnya yaitu Paus Yohanes XIX dan Paus Benediktus VIII. Menurut buku “The Rise of the World Medieval, 500-1300” (Greenwood Publishing Group, 2002), saat berumur 20 tahun Benediktus IX dengan cepat sudah menggapai suatu reputasi sebagai Paus yang “kejam dan tidak bermoral” .
Bahkan Paus Viktor III menulis dalam bukunya “The Spirit” tentang Benediktus IX, yang dikatakannya sebagai paus yang begitu keji, busuk dan reputasinya buruk sekalikarena terlibat dalam kasus pembunuhan, perkosaan dan tindakan amoral lainnya.
Saint Peter Damian juga mengatakan hal yang sama tentang Benediktus IX dan menyebut Benekditus IX sebagai “amoralis yang suka berpesta” dan “setan dari neraka yang menyamar sebagai imam”. Dalam tindakan terakhirnya sebagai paus yang korup, Benediktus IX memutuskan untuk menjual gelarnya yang kudus senilai 1.500 pon (680 kilogram) emas sebagai mahar pernikahannya.
Paus Benediktus IX mendapatkan kekuasaan dan kekayaan sejak usia dini karena adanya hubungan yang erat antara keluarganya dengan gereja. Benediktus IX mewarisi gelar Paus karena dia adalah keponakan dari kedua Paus sebelumnya yaitu Paus Yohanes XIX dan Paus Benediktus VIII. Menurut buku “The Rise of the World Medieval, 500-1300” (Greenwood Publishing Group, 2002), saat berumur 20 tahun Benediktus IX dengan cepat sudah menggapai suatu reputasi sebagai Paus yang “kejam dan tidak bermoral” .
Bahkan Paus Viktor III menulis dalam bukunya “The Spirit” tentang Benediktus IX, yang dikatakannya sebagai paus yang begitu keji, busuk dan reputasinya buruk sekalikarena terlibat dalam kasus pembunuhan, perkosaan dan tindakan amoral lainnya.
Saint Peter Damian juga mengatakan hal yang sama tentang Benediktus IX dan menyebut Benekditus IX sebagai “amoralis yang suka berpesta” dan “setan dari neraka yang menyamar sebagai imam”. Dalam tindakan terakhirnya sebagai paus yang korup, Benediktus IX memutuskan untuk menjual gelarnya yang kudus senilai 1.500 pon (680 kilogram) emas sebagai mahar pernikahannya.
2. Paus Yohanes XII ( 955 – 964 ) Pope John XII (en.wikipedia.org)
John XII mendapatkan gelar Paus pada usia 18 tahun, tapi terkenal sebagai Paus
yang malas dan kekanak-kanakan. Kritikan tersebut disampaikan oleh banyak imam
dan otoritas keagamaan.
“Patrologia Latina,” kumpulan tulisan-tulisan para pemimpin gereja yang berisi daftar kesalahan yang dilakukan oleh John XII, termasuk dianggap setan, membunuh dan melakukan mutilasi pada orang, melakukan pembakaran dan berjudi. Menurut “A History of the Church in the Middle Ages” (Psychology Press, 2002), para pemimpin gereja juga mengklaim bahwa John XII telah mengubah istana kepausan menjadi sebuah rumah bordil dengan melakukan perzinahan terhadap banyak perempuan, termasuk dua janda dan keponakannya sendiri serta pacar ayahnya dalam waktu yang lama.
John XII menjadi paus selama 9 tahun dan meninggal akibat stroke. Konon meninggal di tempat tidur dengan seorang wanita yang sudah menikah, menurut buku “A History of the Church in the Middle Ages“
“Patrologia Latina,” kumpulan tulisan-tulisan para pemimpin gereja yang berisi daftar kesalahan yang dilakukan oleh John XII, termasuk dianggap setan, membunuh dan melakukan mutilasi pada orang, melakukan pembakaran dan berjudi. Menurut “A History of the Church in the Middle Ages” (Psychology Press, 2002), para pemimpin gereja juga mengklaim bahwa John XII telah mengubah istana kepausan menjadi sebuah rumah bordil dengan melakukan perzinahan terhadap banyak perempuan, termasuk dua janda dan keponakannya sendiri serta pacar ayahnya dalam waktu yang lama.
John XII menjadi paus selama 9 tahun dan meninggal akibat stroke. Konon meninggal di tempat tidur dengan seorang wanita yang sudah menikah, menurut buku “A History of the Church in the Middle Ages“
1. Paus Stefanus VI ( 896 – 897
) Stephen VI (en.wikipedia.org)
Argumen yang mendukung sebagai daftar Paus tidak bermoral yaitu Stephen VI ditetapkan sebagai Paus karena membunuh pendahulunya, Paus Formosus. Stephen VI melakukan hal tersebut sebagai tindakan balas balas dendam karena ia merasa telah dikhianati oleh pendahulunya tersebut.
Stephen mengatur jalannya pengadilan dan memerintahkan mayat Formosus yang telah dikubur selama sembilan bulan untuk digali. Kemudian Stephen melucuti jubah kepausan suci dan takhta di kepala mayat Formosus. Selanjutnya Stephen mengenakan jubah dan meletakkan takhta tersebut ke atas kepalanya sambil mengucapkan mengucap sumpah atas nama almarhum agar tidak bisa diadili.
Selanjutnya Stephen VI menghilangkan mayat Formosus dengan membuangnya ke pemakaman umum. Segera setelah itu, terjadilah gempa di Roma yang menghancurkan basilika kepausan. Kerusakan gempa itu adalah tanda dari Tuhan untuk menghukum perbuatan Stephen.
Menurut A History of the Church in the Middle Ages , setelah gempa tersebut terjadilah kerusuhan yang dilakukan oleh pendukung Formosus dan berhasil menggulingkan kekuasaan Paus Stephen VI. Stephen VI ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah. Di dalam penjara itulah Stephen VI meninggal dunia akibat dicekik oleh penghuni penjara.
Selanjutnya mayat Formosus digali kembali dan dimakamkan di Rover Tiber dengan upacara keagamaan yang sewajarnya.
Argumen yang mendukung sebagai daftar Paus tidak bermoral yaitu Stephen VI ditetapkan sebagai Paus karena membunuh pendahulunya, Paus Formosus. Stephen VI melakukan hal tersebut sebagai tindakan balas balas dendam karena ia merasa telah dikhianati oleh pendahulunya tersebut.
Stephen mengatur jalannya pengadilan dan memerintahkan mayat Formosus yang telah dikubur selama sembilan bulan untuk digali. Kemudian Stephen melucuti jubah kepausan suci dan takhta di kepala mayat Formosus. Selanjutnya Stephen mengenakan jubah dan meletakkan takhta tersebut ke atas kepalanya sambil mengucapkan mengucap sumpah atas nama almarhum agar tidak bisa diadili.
Selanjutnya Stephen VI menghilangkan mayat Formosus dengan membuangnya ke pemakaman umum. Segera setelah itu, terjadilah gempa di Roma yang menghancurkan basilika kepausan. Kerusakan gempa itu adalah tanda dari Tuhan untuk menghukum perbuatan Stephen.
Menurut A History of the Church in the Middle Ages , setelah gempa tersebut terjadilah kerusuhan yang dilakukan oleh pendukung Formosus dan berhasil menggulingkan kekuasaan Paus Stephen VI. Stephen VI ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah. Di dalam penjara itulah Stephen VI meninggal dunia akibat dicekik oleh penghuni penjara.
Selanjutnya mayat Formosus digali kembali dan dimakamkan di Rover Tiber dengan upacara keagamaan yang sewajarnya.
Jawaban:
Tidak dapat dipungkiri bahwa
memang sejarah mencatat kehidupan beberapa Paus yang hidupnya tidak memberikan
kesaksian yang baik tentang imannya. Beberapa contohnya –seperti yang anda
tanyakan– saya lampirkan di bawah ini (saya mengambil sumber dari New
Advent Encyclopedia dan New Catholic Encyclopedia):
1. Paus Clement VII ( 1523 –
1534
) Giulio de’Medici (Clement VII) naik menjadi Paus
menggantikan Paus Adrian VI. Di masa kepemimpinannya memang terjadi banyak
masalah, yaitu berkembangnya revolusi Protestan, pertentangan politik antara
Raja Francis I dan Kaisar Romawi Charles V, dan masalah permohonan pembatalan
perkawinan Raja Henry VIII (Raja Inggris) dan kebutuhan untuk mengadakan
reformasi Gereja.
a. Paus memihak reformer
Protestan
? Setelah menjadi Paus, Clement
VII memang menyampaikan keinginannya kepada Kaisar Charles V untuk mengadakan
rekonsiliasi dengan para pengikut Luther. Kaisar Charles V menginginkan agar
Paus mengadakan konsili, namun Paus menolak. Dua kali Paus bertemu dengan
kaisar, namun mereka tidak mencapai kata sepakat, sehingga akhirnya di akhir
pontifikat, masalah ini tidak terselesaikan, dan malah semakin parah. Karena
sikapnya inilah, kemungkinan ada orang yang mencatatnya sebagai Paus yang
kurang tegas, dan seolah membela pihak reformer Protestan. [Kita tidak pernah
mengetahui alasan persisnya, namun mungkin saja justru ia ingin mengusahakan
rekonsiliasi, tanpa perlu mengeluarkan pernyataan “anathema“, seperti
umumnya yang dinyatakan dalam konsili. Namun kemudian sejarah mencatat, bahwa
akhirnya konsili tetap diadakan (Konsili Trent 1545- 1563) setelah masa
pontifikat Clement VII, karena biar bagaimanapun Gereja perlu menyatakan
kembali ajaran benar, dan menolak ajaran yang salah.
b. Paus memihak Perancis
?
Terhadap persaingan politik Francis I dan Charles
V, Paus berusaha tetap menjaga kondisi status quo, tidak memihak
keduanya, namun ternyata tidak semudah itu. Pertikaian antara kedua Raja antara
lain disebabkan oleh membelotnya panglima perang Raja Francis I yang bernama
Duc de Bourbon, yang kemudian menjadi panglima perang Kaisar Charles V, dengan
nama Constable Bourbon. Namun kemudian Kaisar Charles V kekurangan dana untuk
membayar tentara di bawah pimpinan Constable tersebut, sehingga para serdadu
mengancam akan memberontak. Dalam situasi ini Paus terombang- ambing akan
kekuasaan kedua Kaisar. Akhirnya Raja Francis I ditangkap oleh tentara Spanyol
dan diasingkan ke Madrid (14 Jan 1526). Raja Francis I lalu menyerahkan
klaimnya di Italia. Pada bulan Mei 1526, Paus Clement VII membuat perjanjian
dengan Perancis yang bersekutu dengan Venice dan Florence (tempat kelahiran
Paus), untuk memeriksa perkembangan kekuasaan Charles V yang menciptakan
suasana kegelisahan di Italia, terutama di Florence. Hal ini membuat Raja Charles
V marah, dan kemudian menekan Paus untuk membayar tentara perang pimpinan
Constable Bourbon. Demi keamanan, Paus setuju untuk membayar 60,000 ducats, dan
bahkan tentara kaisar Charles kemudian memaksa pembayaran sebanyak 100,000
ducats. Namun pengorbanan ini ternyata masih dianggap kurang. Tentara bayaran
tersebut yang banyak di antaranya adalah Lutheran memaksa Constable Bourbon
untuk mengadakan perampokan/ penjarahan kota Roma. Terjadilah the Sack
of Rome selama delapan hari, di mana terjadi penjarahan gedung- gedung
gereja Katolik, para wanita termasuk para biarawati diperkosa, kedutaan
dijarah, para kardinal diculik, dan upacara keagamaan diobrak- abrik dan para
tentara berkelahi untuk memperebutkan hasil jarahan. Kerusuhan dan penjarahan
ini mengakibatkan pemenjaraan Paus di Castel Sant’Angelo selama sekitar 7-8
bulan. Namun kemudian Paus bebas dan kembali ke Roma tahun 1528, dan akhirnya
mengadakan perjanjian damai dengan Raja Charles V. Paus bahkan memahkotai Raja
Charles di tahun 1530, dan perjanjian ini setidaknya menjadikan kondisi yang
damai di Italia.
c. Paus tidak memihak Inggris
?
Situasi menjadi lebih rumit lagi ketika pada saat
itu juga terjadi kasus permohonan Anulasi (pembatalan perkawinan Raja Inggris)
Henry VIII yang sudah menikah selama 18 tahun dengan Ratu Catherine dari
Aragon, tetapi mereka tidak mempunyai keturunan, sehingga Raja Henry VIII
berminat untuk menikah lagi dengan Anne Boleyn. Paus menunda untuk memberikan
keputusan dengan harapan Raja Henry akan mengurungkan niatnya untuk menikahi
Anne Boleyn. Ternyata harapan Paus tidak terjadi. Akhirnya dikeluarkannya
keputusan tanggal 23 Maret 1534, tribunal kepausan menyatakan bahwa pernikahan
Raja Henry VIII dengan Ratu Catherine tetap adalah perkawinan Kristiani yang
sah. Namun sementara itu Raja Henry VIII sudah memisahkan diri dan membentuk
skisma, yang kemudian menjadi pemimpin gereja Anglikan di Inggris.
Melihat fakta- fakta di atas,
maka memang ceritanya cukup rumit, ada banyak kepentingan politik saat itu yang
tidak dapat kita pahami sepenuhnya. Maka cukup sulitlah juga untuk menilai
apakah benar Paus “seringkali mengubah pandangan politiknya mengikuti siapa
yang paling kuat dan kaya di setiap waktu,” seperti yang dituduhkan. Walaupun
sepertinya Paus tidak bermaksud memihak, namun kenyataannya tidak mudah,
terutama juga dengan adanya keterlibatan para kaisar dan tentara pada jaman itu.
Para ahli sejarah setuju
tentang karakter Paus Clement VII, yaitu ia adalah pertama- tama seorang
diplomat, baru kemudian pemimpin rohani. Ia adalah seorang yang pandai namun
diplomasinya lemah dan tidak tegas. Namun demikian, kehidupan pribadinya tidak
tercela. Ia mempunyai banyak sifat- sifat yang positif, tetapi tidak memiliki
sifat- sifat kepahlawanan dan kebesaran jiwa sebagai pemimpin. Mungkin saja
sifat- sifatnya tidak populer, namun secara obyektif Paus Clement VII tidak
mengajarkan hal yang salah. Ia bahkan dengan gigih mempertahankan ajaran
Kristus tentang Perkawinan Kristiani yang tak terceraikan sampai mati (indissolubility
of marriage), jika sudah sah sejak awalnya; walaupun taruhannya adalah
terjadinya skisma. Di sini malah terlihat bahwa walaupun kepribadiannya mungkin
lemah sebagai pemimpin, tetapi ketika sampai pada hal ajaran/ doktrin Gereja,
ia tidak mau berkompromi. Jadi bahwa ia tidak memihak Raja Inggris, itu bukan
karena urusan politik, tetapi karena ia tidak bisa menyetujui perbuatan Raja
Henry VIII yang ingin menikah kedua kalinya.
Pada masa pontifikal Paus
Clement VII lahirlah gerakan reformasi Gereja Katolik, yang dipelopori oleh the
Oratory of the Divine Love, di Italia, dan kemudian timbullah tokoh- tokoh
reformasi Katolik seperti Cajetan, Gian Pietro Carafa (Paulus IV), St. Ignatius
dari Loyola (Jesuit), dan St. Angela Merici (Ursulin), dst.
2. Paus Leo X ( 1513 – 1521
)
Pontifikat Paus Leo X diingat orang terutama
karena pada masa kepemimpinannya terjadi pemisahan diri dari Martin Luther
(1517) yang dipicu oleh kontroversi soal adanya surat indulgensi, yang sering
disalahartikan sebagai penjualan surat pengampunan dosa. Tanggapan ini keliru,
sebab maksud surat indulgensi itu bukan ‘membayar/ menyumbang sejumlah uang
supaya dosanya diampuni’, tetapi ‘menyumbang sejumlah uang sebagai tanda kasih
setelah pertobatan dari dosa’.
Paus Leo X (Giovanni de’
Medici) menjadi Paus pada tahun 1513, diusianya yang ke-38. Ia adalah Paus yang
menyukai kesenian, musik, pertunjukan teater, aneka pertandingan, namun ia juga
adalah seorang Paus yang murah hati dalam gerakan sosial, mendukung biara-
biara, rumah sakit, para pelajar yang miskin, para prajurit, peziarah,
pengungsi, penyandang cacat dan sakit, dan ia gemar berderma. Kedua jenis
sifat- sifat ini nampak jelas dalam pribadi Paus Leo X. Dalam kepemimpinannya
ia mendukung banyak karya sastra, karya seni dan ilmu pengetahuan, sehingga
Roma menjadi pusat sastra di Eropa pada saat itu. Paus juga mendukung karya
seni, terutama lukisan dan pahatan, dan beberapa tokoh seniman besar seperti
Raphael dan Michael Angelo hidup pada masa Paus Leo X.
Di masa kepemimpinannya,
Perancis beraliansi dengan Venice bermaksud untuk menguasai Milan, sedangkan
Spanyol, dan Inggris beraliansi menentang Perancis. Awalnya Paus tidak memihak
namun kemudian ia mengikuti kebijakan para pendahulunya, yaitu menentang
rencana Perancis. Tahun 1513 itu juga terjadi rekonsiliasi dengan Perancis, dan
para kardinal yang skismatik memperoleh pengampunan dan diterima kembali. Namun
keadaan damai ini tidak berlangsung lama. Tahun 1516 Raja Spanyol berperang
melawan Perancis dan Venesia, tapi kemudian mereka beraliansi demi memperoleh
Italia Utara. Oleh karena itu posisi Paus menjadi terjepit. Dalam hal politik
Paus nampaknya memang tidak tegas, namun itu tidak menjadikannya pengajar
ajaran sesat. Sebab hal politik memang tidak berkaitan dengan hal doktrin
Gereja.
Pada tahun 1517 terjadi
Reformasi Protestan di Jerman yang dipelopori oleh Martin Luther. Saat itu Paus
memberikan ijin untuk dikhotbahkannya tentang indulgensi di Jerman, agar
diperoleh dana untuk membangun basilika St. Petrus di Roma. Tentang dasar
pengajaran tentang Indulgensi pernah ditulis di sini, silakan
klik. Sekarang mari kita melihat, bagaimana sebetulnya seseorang
mendapatkan indulgesi. Tidak pernah Gereja mengajarkan bahwa indulgensi dapat
diperoleh dengan uang. Gereja mengajarkan bahwa indulgensi tidak dapat dibeli,
namun seseorang mendapatkan indulgensi dengan: 1) perbuatan kasih, 2) perbuatan
baik: doa, berpuasa, dan memberikan sedekah/ derma, yang semuanya harus
dilakukan dengan disposisi hati yang benar. Derma (almsgiving) selalu
menjadi salah satu ungkapan perbuatan kasih (lih. Mat 6:2). Memberikan uang
tidak dapat membeli indulgensi, namun memberi uang dengan dasar kasih membuat
seseorang dapat memperoleh indulgensi. Kita melihat contoh bagaimana Yesus
sendiri memuji persembahan janda miskin (Mk 12:41-44; Lk 21:1-4). Yesus
memujinya bukan karena janda miskin memberikan uang, namun karena disposisi
hatinya. Sebaliknya Gereja juga tidak memberikan indulgensi kalau seseorang
memberikan uang tetapi tidak sebagai ungkapan kasih; sebab semuanya tergantung
dari disposisi hati. Semua indulgensi selalu mensyaratkan “disposisi
hati yang benar“.
Sayangnya, pada saat itu
pengkhotbah Dominikan, Johann Tetzel yang diutus berkhotbah di Juterbog,
Jerman, membuat suatu pantun yang memang “salah kaprah”, yang intinya seperti
ini, “Begitu terdengar bunyi emas di kotak, bangkitlah jiwa menuju surga.” Maka
kesannya seolah-olah orang didorong untuk menyumbang supaya dapat masuk surga.
Padahal, jika kita membaca tentang ajaran indulgensi, terlihat bahwa yang
dihapuskan dengan indulgensi itu adalah siksa dosa temporal dari dosa-dosa yang
sudah diampuni (melalui Sakramen Tobat) dan bukan membebaskan
seseorang dari siksa dosa dari dosa yang belum terjadi. Maka, yang mengampuni
dosa tetaplah Kristus melalui para imam-Nya, dan sesungguhnya, perbuatan apapun
tidak dapat menggantikan peran Kristus untuk mengampuni dan menyelamatkan
seseorang. Yang diperoleh dari indulgensi ‘hanyalah’ penghapusan
siksa dosa yang harus ditanggung seseorang, dari dosa yang sudah diampuni oleh
Tuhan Yesus. (Doktrin Indulgensi terkait dengan doktrin Sakramen
Tobat, Api Penyucian, dan mendoakan jiwa orang-orang beriman yang sudah
meninggal. Doktrin-doktrin inilah yang kemudian ditolak oleh gereja Protestan).
Praktek korupsi yang terjadi
sehubungan dengan penerapan ajaran indulgensi inilah yang diprotes oleh Martin
Luther. Dalam 95 thesis yang diletakkan di pintu gereja tersebut tak lama
setelah Tetzel datang, thesis no.27 Luther memprotes pantun Tetzel, dan thesis
no. 50 dan 86 memprotes pembangunan basilika St. Petrus. Namun Luther sendiri
sebenarnya tidak menolak prinsip pengajaran tentang indulgensi; ia hanya
menentang penerapannya. Thesis no. 49 membuktikan hal ini di mana Luther
mengatakan bahwa indulgensisebenarnya “berguna”. (Sumber: Martin
Luther, Disputation of Doctor Martin Luther on the Power and Efficacy
of Indulgences, 1517, Project Wittenberg, 2 July 2008).
Dan kemudian beberapa konsili,
the Councils of Fourth Lateran [1215], Lyons [1245 and 1274] and Vienne
[1311-1312]. Dan di Konsili Trente [1545-1563], Paus Pius V membatalkan segala
peraturan indulgensi yang melibatkan transaksi keuangan. Maka sampai sekarang,
derma tidak termasuk dalam perbuatan yang disyaratkan untuk
memperoleh indulgensi. Namun demikian, Gereja tetap mempunyai kuasa untuk
melepaskan umat dari siksa dosa temporal akibat dari dosa-dosa yang sudah
diakui dalam Sakramen Pengakuan Dosa.
Perlu diketahui di sini,
bahwa indulgensi tidak pernah diperjualbelikan/ “for sale”
seperti yang dituduhkan. Meskipun indulgensi pada jaman paus Leo X dapat
diperoleh dengan menyumbang, namun jangan dilupakan bahwa hati yang bertobat,
dan segala persyaratan religius lainnya harus ditepati agar indulgensi tersebut
dapat sah diberikan. Jadi bukan semacam membeli surat dan setelah itu dosa
diampuni. Bukan demikian, karena sebelum menerima indulgensi, seseorang harus
tetap mengaku dosa dan menerima sakramen Tobat terlebih dahulu, dan juga
memenuhi persyaratan religius lainnya. Maka,indulgensi bukan untuk
menggantikan peran sakramen Pengakuan Dosa maupun silih dosa/ penance yang
diberikan kepada umat pada sakramen tersebut oleh imam.
3. Paus Julius II ( 1503 – 1513
)
Paus Julius II memang dikenal sebagai Paus yang
keras dalam kebijakan politik luar negerinya, Paus yang menjadi patron dalam
hal seni (arts), namun sayangnya, juga sebagai Paus yang tidak terpuji
kehidupannya sebelum menjabat menjadi Paus, karena ia mempunyai anak perempuan
yang bernama Felice della Rovere, yang lahir tahun 1483. Tidak lama setelah
kelahirannya, ibunya yang bernama Lucrezia Normanni kemudian menikah dengan
Bernardino de Cupis, seorang pembesar di casa milik sepupu Paus Julius II.
Sedangkan catatan Pompeo Litta, bahwa Paus Julius II mempunyai dua anak lagi
yaitu Guilia dan Clarice, adalah keliru, karena kedua anak itu sesungguhnya
adalah anak dari Felice (lihat Litta, “Famiglie Celebri Italiane”
(Celebrated Italian Families), 1833).
Saya juga membaca sumber
Wikipedia (sama dengan sumber yang anda sebutkan), tetapi saya tidak menemukan
pernyataan adanya tuntutan dewan (mungkin maksudnya konsili) karena tindakan
cabul Julius. Konsili yang dilakukan pada tahun 1511 adalah konsili yang
diadakan oleh para kardinal skismatik di Pisa, diadakan oleh para kardinal yang
menentang Paus karena tidak setuju dengan kebijakan politiknya yang menentang
Perancis, dan bukan karena kehidupan pribadinya.
Walaupun sejarah mencatat
hal-hal buruk pada Paus Julius II, yaitu kebijakan politiknya yang keras, yaitu
perang untuk melawan pengaruh Perancis atas wilayah Italia dan Kepausan; serta
fakta bahwa ia mempunyai seorang anak perempuan sebelum menjadi Paus, namun itu
tidak menjadikannya sebagai pengajar yang sesat. Beberapa keputusan Paus Julius
II sehubungan dengan pengaturan Gereja adalah: 1) ia mengeluarkan Bulla (Bull)
tentang peraturan menentang simony dalam kepemilihan Paus, 2)
mendirikan Kepausan di Haiti, San Domingo, Porto Rico, 3) menolak ajaran sesat
yang menentang Inkarnasi oleh Piero de Lucca 1511, 4) mengadakan reformasi ordo
dan biara, 5) mendirikan sekolah chant gerejawi Capella Julia,
6) mengadakan Konsili Lateran V untuk menghentikan pelanggaran- pelanggaran
yang dilakukan oleh Roman Curia, dan untuk menghentikan rencana- rencana
kardinal skismatik; 7) menjadi patron seni. Bramante, Raphael dan Michael
Angelo memberikan karya terbaik mereka hidup pada masa kepemimpinan Paus Julius
II; 8) meletakkan batu penjuru gedung basilika St. Petrus.
4. Paus Alexander VI ( 1492 –
1503
)
Paus Alexander VI memang
merupakan salah seorang Paus yang paling kontroversial. Kepemimpinannya
diwarnai banyak hal yang sangat negatif, misalnya mempunyai hubungan dengan
wanita Roma sampai mempunyai empat orang anak. Oleh karena itu memang hidupnya
tidak lurus, ia banyak berpihak melindungi anak-anaknya, terutama Cesare
Borgia. Pada masa kepemimpinannya juga terjadi perang dan pembunuhan salah
seorang anggota keluarganya, yaitu suami dari salah seorang anak perempuannya.
Selanjutnya, silakan membaca di link ini, silakan klik.
Membaca kisah hidup Alexander
VI ini kita memang dapat menjadi sangat prihatin, atau mungkin lebih tepatnya
tercengang, mengapakah ada seorang Paus yang hidupnya sedemikian. Namun kisah
yang benar tidak perlu ditutupi, agar umat Katolik sendiri mengetahui bahwa
memang dalam sejarah Gereja, terdapat beberapa Paus yang hidupnya tidak kudus.
Paus Leo XIII dalam suratnya kepada Cardinal De Luca (1889) tentang
pembelajaran Sejarah Gereja menyatakan, “Para ahli sejarah Gereja mempunyai
tugas untuk tidak menyembunyikan apapun pencobaan yang harus diderita oleh
Gereja karena kesalahan anak- anaknya, dan bahkan karena kesalahan para
pemimpinnya sendiri.” Namun kesalahan yang dimaksud di sini adalah kesalahan
pribadi orang yang bersangkutan, dan bukan kesalahan ajaran Gereja. Dengan
demikian, martabat kepemimpinan St. Petrus tetaplah terjaga seperti dikatakan
oleh St. Leo Agung (440-461), “martabat St. Petrus tidak berkurang bahkan dalam
para penerusnya yang tidak layak.”
Dari fakta di atas, terlihat
bahwa bahkan dengan situasi yang parah sekalipun, Gereja Katolik tidak sesat
ataupun bubar. Sebab para Paus yang tak bermoral itu (contohnya Paus Alexander
VI dan Paus Julius II) tidak mempromulgasikan ajaran apapun yang bertentangan
dengan ajaran Kristiani. Ini adalah bukti dari janji Kristus sendiri, “Dan
Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku
akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” (Mat 16:18)
5. Paus Benediktus IX ( 1032 –
1048 )
Tidak
banyak yang dicatat tentang kegiatan kepausan Paus Benediktus IX, kecuali
mengadakan 2-3 sinoda di Roma, dan memberikan beberapa hak istimewa kepada
gereja- gereja dan biara. Paus Benediktus IX ini memang juga dikenal sebagai
paus yang tak bermoral. Kehidupannya yang sedemikian mengakibatkan perpecahan,
sehingga dipilihlan seorang Paus tandingan (antipope), yaitu Yohanes,
Uskup Sabina (1045), yang mengambil nama Sylvester III. Paus Benediktus
memberhentikan Sylvester tahun itu juga, lalu memberikan tahtanya kepada
Yohanes Gratian yang mengambil nama Gregorius VI (1045). Tetapi kemudian
Benediktus menyesal dan ingin menggeserkan Gregorius. Kekacauan akan adanya
tiga paus ini kemudian diatasi oleh Konsili Sutri (1046) dan seorang Uskup
Jerman, Suidger, naik menjadi Paus, dan mengambil nama Paus Klemens II. Paus
Benediktus masing berusaha kembali menjadi Paus, namun tidak berhasil, dengan
naiknya seorang Paus Jerman berikutnya, yaitu Paus Damasus II (1048).
Akhir hidup Paus Benediktus IX
tidak diketahui dengan pasti. Ada yang mengisahkan bahwa sampai ia wafat, ia
masih terus berusaha kembali naik menjadi Paus. Namun kemungkinan fakta yang
benar adalah seperti yang tertulis dalam tradisi biara pertapaan Grottaferrata,
yang diturunkan oleh Pemimpin Pertapa Lukas (wafat 1085) yang didukung oleh
pahatan dan monumen lainnya di dinding- dinding biara. Dituliskan di sana oleh
pemimpin ke empat yang bernama Batholomeus (1065) bahwa Paus Benediktus datang
kepada Bartholomeus untuk berkonsultasi. Atas saran Bartholomeus, Paus
mengundurkan diri dari kepausan dan meninggal dalam penyesalan atas dosa-
dosanya, di Grottaferrata.[1]
6. Paus Yohanes XII ( 955 – 964
).
Silakan anda membaca di sini, silakan klik, dan melihat
bahwa Paus Yohanes XII ini memang pernah dituduh oleh sinode (963) para uskup
(50 uskup Italia dan Jerman) bahwa ia melakukan sakrilegi, simoni, dusta,
pembunuhan, percabulan dan incest. Paus Yohanes XII menolak
mengakui sinode itu, namun kemudian timbullah kekacauan sampai terjadi
penunjukan penggantinya yang mengambil nama Leo VIII, pada saat Yohanes XII
masih menjabat sebagai Paus. Tidak ada pengajaran kepausan yang dikeluarkan
oleh Paus Yohanes XII.
7. Paus Stefanus VI ( 896 – 897
)
Nampaknya ada kesalahan
mengutip/ menerjemahkan pada sumber yang anda ambil. Di Wikipedia tidak
dikatakan bahwa Paus Stefanus VI membunuh Paus pendahulunya, Paus Formosus.
Yang dilakukan oleh Paus Stefanus – yang didukung oleh Kaisar Lambert dari
Spoleto- adalah menggali kubur Paus Formosus, mengeluarkan mayatnya untuk
diadili dalam sinode cadaver (897). Seorang diakon ditunjuk untuk menjawab atas
nama Paus Formosus, yang diadili karena semasa hidupnya menjalankan tugas
sebagai Uskup ketika ia sudah diekskomunikasi, dan menerima tugas kepausan
ketika ia menjadi Uskup Porto, dan beberapa tuduhan lainnya. Jasad tersebut
kemudian dinyatakan bersalah, dilucuti pakaiannya, dipotong tiga jari tangan
kanannya, dan kemudian jenazah Formosus itu dibuang di sungai Tiber. Pengadilan
jenazah Formosus ini menimbulkan kerusuhan massa. Kerusuhan berakhir dengan
dibunuhnya Paus Stefanus VI dengan dicekik. Demikianlah akhir dari masa
kepausan Stefanus VI, yang tidak banyak melakukan tindakan kepausan, kecuali
membatalkan ordo- ordo yang didirikan oleh Paus Formosus, dan memberikan
beberapa hak istimewa (privileges) kepada gereja- gereja.
Berikut ini adalah juga daftar
Paus yang pernah ditanyakan oleh pembaca yang
lain :
8. Paus Innocentius III ( 1198
- 1216 ) membantai kelompok Kataris ?. Di sini, saya rasa kita perlu
melihatnya secara obyektif. Paus Innocentius III dikenal sebagai pembela dan
pelindung Iman yang sejati dari ajaran sesat. Kelompok Kataris (yang mengaku
sebagai kelompok puritan- yang murni), yang juga terkenal sebagai Albigenses
(aliran Kataris dari Albi) memang pada saat itu menyebarkan ajaran yang sesat
dengan begitu agresif dan menyebarkannya dengan paksa. Ajaran sesat itu adalah
prinsip Dualisme, yang merupakan prinsip pengajaran ajaran sesat Manichaeism
yang berakar pada ajaran Gnosticism pada abad pertama. Prinsip Dualisme ini
sangat bertentangan dengan ajaran Kristiani. Dualisme percaya akan adanya dua kekuatan,
yaitu kekuatan baik dan jahat. Kekuatan baik ini dikatakan sebagai pencipta
alam spiritual yang tak kelihatan; sedangkan kekuatan jahat sebagai pencipta
dunia material. Dengan demikian, mereka melihat bahwa tubuh/ materi adalah
sesuatu yang jahat. Beberapa konsep yang keliru itu misalnya: 1) konsep
keselamatan bagi mereka adalah ‘pembebasan dari tubuh’; 2) mereka membenci
perkawinan, karena perkawinan memungkinkan terciptanya ‘tubuh’ yang baru 3)
mereka mendukung homoseksualitas/ perkawinan sesama jenis; 4) mereka
mentolerir/ mendorong tindakan bunuh diri, karena menyebabkan seseorang
terlepas dari ‘tubuh’. Di atas semua itu, dengan konsep ‘merendahkan tubuh,
mereka tidak menghargai Inkarnasi (Penjelmaan Tuhan Yesus menjadi manusia, dan
mengambil ‘tubuh’ manusia). Dan karena Penjelmaan Kristus merupakan salah satu
inti Iman Kristiani, maka dapat dimengerti bahwa ajaran Kataris ini sungguh
sangat menentang kebenaran iman Kristiani. Semoga kita semua bisa menilai
dengan obyektif, bahwa ajaran Kataris ini sungguh menyimpang!
Maka demi menjaga kemurnian
ajaran iman Kristiani, Paus Innocentius mengirimkan dua orang pertapa
Cisterian, yaitu Rainer dan Guido kepada kaum Albigenses di Perancis, untuk
mengajarkan kepada kaum Albigensian itu ajaran Iman yang benar. Kedua pertapa
itu kemudian diikuti oleh Diego, Uskup Osma, dan St. Dominikus, dan dua utusan
kepausan, Peter Castelnau dan Raoul. Namun misi ini ditolak dan dihina oleh
pihak Albigenses. Maka ketika utusan kepausan, Peter Castelnau dibunuh tahun
1208, Paus Innocentius memutuskan untuk menghadapi mereka dengan kekerasan.
Dalam moral teologi, ini disebut sebagai ‘just war’, karena sudah didahului
cara-cara perdamaian, namun tidak berhasil, sedangkan kebenaran iman-lah yang
menjadi taruhannya. Suatu keputusan yang sangat sulit harus dilakukan oleh Paus
Innocentius III untuk menjaga kemurnian ajaran iman. Silakan membaca di link
ini lebih lanjut tentang Paus Innocentius III, silakan klik.
9. Paus Urbanus VI ( 1378 –
1389 ) menyiksa dan memenjarakan 6 kardinal ? Kisah tentang Paus Urbanus VI
ini berkaitan dengan kondisi skisma yang dihasilkan setelah Tahta Kepausan
dikembalikan dari Avignon ke Roma oleh Paus Gregorius XI (1378) yang mengakhiri
Kepausan Avignon. Setelah Paus Gregorius XI wafat, orang-orang Roma mendesak
agar Paus dipilih dari Italia, maka para kardinal memilih Paus Urban VI. Di
awal kepemimpinannya terjadi pergolakan yang berkaitan dengan pemerintahan
Naples, dan ia tidak mendengarkan advis dari para kardinalnya. Akhirnya para
kardinal memberontak, dan kemudian 6 kardinal ini ditahan, dan disiksa, 5 di
antara mereka dihukum mati. Ini memang adalah suatu perbuatan yang tidak
bijaksana. Silakan membaca kelanjutannya di link ini, silakan klik.
Kemudian para kardinal memilih
Paus tandingan bernama Clemens VII. Lalu konsili di Pisa diadakan tahun 1409,
untuk menyelesaikan hal ini, tapi kemudian malah memilih Paus yang ketiga
Alexander V, dan segera diikuti oleh Paus Yohanes XXIII (Paus tandingan/
anti-pope yang memakai nama Paus Yohanes XXIII). Akhirnya Konsili Konstance
tahun 1417 menurunkan Paus Yohanes XXIII (paus tandingan tersebut), Paus
Avignon (Benediktus XIII), dan Paus Roma Gregorius XII, lalu memilih Paus
Martin V untuk meneruskan kepemimpinan Rasul Petrus, dan dengan demikian
mengakhiri skisma.
Sejak saat itu, didekritkan
bahwa tidak akan ada lagi Konsili yang mempunyai kuasa di atas para Paus, dan
tidak ada lagi jalan untuk membatalkan pemilihan Paus oleh seorangpun kecuali
oleh Paus itu sendiri.
10. Paus Clement XIV ( 1769 -
1774 ) membubarkan ordo Jesuit
?
Dalam hal ini memang kita tidak dapat mengetahui
secara pasti mengapa Paus Clement XIV memutuskan demikian. Dikatakan di dalam
Brief untuk membubarkan SJ tersebut tidak disebutkan secara jelas mengapa;
namun jika kita melihat deskripsi sejarahnya, kemungkinan ini berkaitan dengan
tekanan politik terhadap Paus. Maka St. Alphonsus Liguori mengatakan, “What
could the poor pope do when all the Courts insisted on the suppresion [of the
Jesuits]?” Atau Jesuit Cordara, “”I think we should not condemn the
pontiff who, after so many hesitations, has judged it his duty to suppress the
Society of Jesus I love my order as much as any man, yet, had I been in the
pope’s place I should probably have acted as he did. … (SJ), founded and
maintained for the good of the Church, perished for the same good; it could not
have ended more gloriously.” Silakan membaca selanjutnya di link ini, silakan klik
11. Paus Gregorius XVI ( 1831 –
1846 ) melarang teknologi kereta api ?
Tanggapan ini kelihatannya
terlalu berlebihan. Paus Gregorius XVI memang terkenal sangat konservatif dan
tidak menyukai hal-hal yang baru. Namun bukan berarti ia melarang secara resmi
teknologi kereta api, dan tidak ada dokumen yang menyatakan pandangannya yang
demikian secara tertulis. Setahu saya yang mengungkapkan bahwa Paus Gregorius
tidak menyukai kereta api adalah Charles Dickens, seorang novelis dari Inggris.
Maka hal ini serupa dengan seseorang penulis yang merekam kesan/ pendapat
seseorang akan sesuatu. Tentu rekaman komentar ini tidak bernilai mengikat,
karena itu sifatnya hanya kesan pribadi.
12. Paus Pius XI ( 1922 – 1939
) anti komunis tapi pro NAZI
?
Tanggapan ini keliru. Bahkan di sumber yang netral
di Wikipedia (silakan klik),
kita dapat melihat bahwa faktanya tidak demikian. Paus XI terkenal sebagai Paus
yang menjunjung tinggi martabat manusia, menentang komunisme, dan eksploitasi
kapitalisme internasional. Surat ensikliknya yang terkenal adalahQuadragesimo
Anno, yang merupakan salah satu sumber ajaran sosial Gereja yang penting.
Yang benar adalah memang Paus
Pius XI dan Adolf Hitler menandatangai perjanjian Concordat 1933, yang
dimaksudkan terutama agar negara yang bersangkutan (dalam hal ini Jerman)
mengakui dan menjamin hak-hak umat Katolik di negara itu. Namun kenyataannya
kemudian Hitler melanggar perjanjian itu, dan bahkan semakin menunjukkan
kekerasan terhadap umat Kristiani. Maka pada tahun 1937 Paus Pius XI menulis ensiklik, Mit
Brennender Sorge, yang ngecam ideologi Nazi yaitu racisme, totalitarianisme
dan pelanggaran Nazi terhadap Concordat. Ensiklik ini mengecam ideologi
nasional- sosialisme yang bersifat pagan, mitos rasis dan darah kebangsawanan,
dan konsep yang salah tentang Tuhan.
“Whoever exalts race, or the
people, or the State, or a particular form of State, or the depositories of
power, or any other fundamental value of the human community—however necessary
and honorable be their function in worldly things—whoever raises these notions
above their standard value and divinizes them to an idolatrous level, distorts
and perverts an order of the world planned and created by God; he is far from
the true faith in God and from the concept of life which that faith upholds.”
(Mit Brennender Sorge 8)
Fakta selanjutnya adalah umat
Katolik di Jerman yang mencetak dan menyebarkan surat ensiklik itu dipenjara
atau dibuang ke kamp konsentrasi. Hanya sayangnya, hal ini tidak diberitakan
oleh dunia Barat; maka Paus Pius XI mengatakan ini sebagai “a conspiracy of
silence“. Paus Pius XI tetap pada pendiriannya, dan ia mengajarkan, “Mark
well that in the Catholic Mass, Abraham is our Patriarch and forefather.
Anti-Semitism is incompatible with the lofty thought which that fact expresses.
It is a movement with which we Christians can have nothing to do. No, no, I say
to you it is impossible for a Christian to take part in anti-Semitism. It is
inadmissible. Through Christ and in Christ we are the spiritual progeny of
Abraham. Spiritually, we [Christians] are all Semites”[2].
Pada dasarnya Paus Pius XI
mengatakan tidaklah mungkin bagi seorang Kristiani untuk menjadi anti Yahudi.
Sebab melalui Kristus dan di dalam Kristus, kita semua adalah keturunan Abraham
secara spiritual. Maka secara spiritual umat Kristiani adalah orang Yahudi.
Dengan demikian, tidaklah benar bahwa Paus Pius XI pro-Nazi dan anti Yahudi.
13. Paus Pius XII membiarkan
holokaus di Roma
?.
Gambaran yang menyatakan Paus Pius XII pro NAZI
dan membiarkan holokaus adalah tuduhan yang keliru. Silakan membaca kesaksian
bahkan dari kaum Yahudi sendiri bagaimana Paus malah melindungi mereka, dan
berperan dalam menyelamatkan sedikitnya 700, 000 orang Yahudi atau malah 860,
000 orang, menurut Pinchas Lapide, seorang teologian Yahudi dan diplomat Israel
dalam bukunya Three Popes and the Jews, seperti dikutip di
Wikipedia. Bahwa ada yang mengatakan bahwa sebenarnya Paus XI mungkin dapat
berbuat lebih banyak untuk melindungi orang Yahudi/ menyetop holokaus, itu
mungkin masih dapat diperdebatkan (walau tetap tidak dapat memuaskan, karena
tak seorangpun dari kita mengetahui secara persis keadaan yang dihadapi Paus
pada saat itu), tetapi tuduhan yang mengatakan bahwa Paus Pius XII membiarkan
holokaus dan tidak melakukan apa-apa untuk menyelamatkan orang Yahudi, itu
adalah tuduhan yang sangat keliru. Silakan membaca selanjutnya di sini, silakan klik.
Demikianlah Sonya, yang dapat
saya sampaikan menanggapi pertanyaan anda. Bagi saya walaupun sejarah mencatat
beberapa Paus yang kontroversial, itu tidak menggoyahkan iman saya, dan malah
sebaliknya, makin meyakinkan saya akan janji kesetiaan Kristus untuk menyertai
Gereja-Nya sampai akhir jaman (Mat 28:20). Sebab jika hal itu terjadi pada
organisasi manusia, maka organisasi itu sudah bubar sejak lama. Namun karena
Kristus menjaganya dengan Roh Kudus-Nya, maka Gereja Katolik tetap eksis sampai
sekarang. Semoga sebagai umat Katolik, kita semakin mensyukuri akan kasih setia
Kristus yang dinyatakan kepada Gereja-Nya, dan marilah kita berdoa bagi Paus
yang sekarang, Paus Benediktus XVI agar selalu dibimbing oleh Roh Kudus untuk
memimpin kita semua.
Salam kasih dalam Kristus
Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar